• Beranda
  • Berita
  • Kompolnas dorong Polri membangun database DNA ungkap kasus

Kompolnas dorong Polri membangun database DNA ungkap kasus

6 Januari 2022 12:35 WIB
Kompolnas dorong Polri membangun database DNA ungkap kasus
Tangkapan layar-Ketua Kompolnas Irjen Pol (Purn) Benny Jozua Mamoto pada konferensi pers penanganan kekerasan seksual di Pondok Pesantren Shidiqiyah Jombang. ANTARA/Muhammad Zulfikar

Mari kita dukung Polri membangun database DNA.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membangun pusat pangkalan data (database) sampel informasi genetik atau DNA guna mempermudah mengungkap kasus kekerasan seksual anak dan perempuan.

"Mari kita dukung Polri membangun database DNA," kata Ketua Kompolnas Irjen Pol (Purn) Benny Jozua Mamoto pada konferensi pers penanganan kekerasan seksual di Pondok Pesantren Shidiqiyah Jombang dan membangun kerja bersama untuk pemenuhan hak korban atas keadilan dan pemulihan, di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan jika database DNA sudah terbangun, maka DNA yang ditemukan di tempat kejadian perkara meskipun sudah berhari-hari bahkan sampai setahun masih bisa diambil.

Di luar negeri pengungkapan kasus yang menggunakan database DNA bisa mengungkap sebuah kasus yang sudah terjadi 10 tahun lebih.

Oleh karena itu, ujar dia lagi, Kompolnas mendorong Polri untuk segera membangun database DNA agar memudahkan mengungkap berbagai kasus meskipun telah berhari-hari, berbulan-bulan atau lebih dari satu tahun.

Pada satu sisi, Benny mengapresiasi rencana unit pelayanan perempuan dan anak yang akan ditingkatkan statusnya menjadi direktorat. Dengan demikian pengusutan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak akan lebih cepat diselesaikan.

Menurutnya, hal tersebut merupakan langkah yang responsif menanggapi naiknya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan selama pandemi COVID-19.

"Adanya rencana peningkatan status tersebut diharapkan penyelesaian kasus lebih profesional," kata dia.

Ia tidak menampik selama ini masih ada petugas yang kurang cakap atau tidak kompeten dalam menangani kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak. Hal itu bisa jadi dikarenakan mereka belum mengikuti pelatihan atau kursus dan sebagainya.

"Akibatnya, penanganan menjadi tidak maksimal," ujarnya.

Terakhir, ia mengapresiasi Komnas Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Ombudsman RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam membantu mengusut dan mengawal kasus kekerasan seksual yang terjadi di Pondok Pesantren Shidiqiyah Jombang, Jawa Timur.
Baca juga: Komnas Perempuan sebut kuasa pelaku buat korban perkosaan takut lapor
Baca juga: Ma'ruf Amin imbau nama baik pesantren harus dijaga

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022