"Bagi Indonesia sebetulnya kita meletakkan pilar adaptasi sama pentingnya dengan pilar mitigasi. Sehingga, maksud aspek adaptasi di dalam Glasgow Climate Pact merupakan suatu hal yang sangat bermanfaat dan mendorong kita untuk bisa mencapai agenda-agenda adaptasi perubahan iklim di Indonesia," ujar Dirjen PPI Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi dalam acara diskusi iklim, diikuti virtual dari Jakarta, Kamis.
Baca juga: Bappenas: Perubahan iklim berpotensi merugikan Indonesia Rp544 triliun
Glasgow Climate Pact, jelas Laksmi, menekankan pentingnya mengintegrasikan adaptasi perubahan iklim pada berbagai tingkatan perencanaan, baik lokal maupun nasional.
Pakta itu juga menekankan pentingnya meningkatkan mobilisasi sumber daya, termasuk pendanaan, transfer dan pengembangan teknologi serta mobilisasi sumber-sumber untuk meningkatkan kapasitas mengatasi perubahan iklim.
Laksmi menjelaskan bahwa semua hal itu sangat dibutuhkan karena isu peningkatan kapasitas, keterbatasan pendanaan, sulitnya transfer teknologi merupakan isu yang bisa menghambat atau membatasi suatu negara untuk bisa mencapai tujuan Nationnally Determined Contributions (NDC).
"Glasgow Climate Pact telah meningkatkan kepercayaan terutama komunitas global terhadap upaya multilateral dalam berupaya membatasi pemanasan global atau peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi tidak melebihi 1,5 derajat celcius dengan upaya untuk mengurangi emisi karbon global 45 persen di 2030 dan mencapai net zero emission secara global di pertengahan abad ini," jelasnya.
Baca juga: BKF: Indonesia perlu Rp300 triliun untuk tangani perubahan iklim
Baca juga: Restorasi mangrove teguhkan komitmen hadapi dampak perubahan iklim
Indonesia dalam dokumen target iklim NDC telah menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca adalah 29 persen pada 2030 dengan usaha sendiri. Sementara target dengan dukungan internasional diharapkan bisa mengurangi 41 persen pada tahun yang sama.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022