"(Anak korban kekerasan seksual) harus dirangkul. Kita coba mendudukkan posisi sebagai anak tersebut. Anak yang enggak mengerti apa-apa, lalu mendapat masalah seperti ini (kekerasan seksual)," kata Rose Mini saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat terkait kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati.
Menurut dia, orang tua jangan menyudutkan sang anak atas peristiwa yang dialami anak. Hal itu malah akan semakin menambah trauma anak.
Bagi orang tua yang kesulitan dalam menghadapi anak korban kekerasan seksual maka penanganan anak harus dibantu oleh pakar atau ahli.
Baca juga: KPPPA: Hukuman mati pelaku kekerasan seksual diperbolehkan UU
Baca juga: KPPPA: Tuntutan mati atas HW cermin telah terjadi kejahatan serius
"Bantu anak, yakinkan bahwa dia tidak diintimidasi, tidak dipojokkan. Kalau orang tua tidak bisa melakukan sendiri, harus dibantu oleh pakar atau ahli," katanya.
Sementara Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar menambahkan bahwa masih ada stigma buruk kepada korban sehingga keluarga dan lingkungan belum bisa menerima keberadaan korban.
"Akibat dari peristiwa ini kemudian anak-anak menjadi terancam mengalami stigma, bahkan sampai minggu terakhir dari hari ini misalnya, masih ada upaya, proses dimana kami meyakinkan keluarga untuk bisa menerima, artinya bahwa ada masa di mana anak ini berada dalam situasi yang tidak bisa pulang karena tidak bisa diterima oleh keluarga dan lingkungannya, termasuk sekolahnya," kata Nahar.
Oleh karena itu, dalam kasus ini, selain memastikan proses hukum terhadap terdakwa terus berjalan, penting juga untuk memenuhi hak dan memberikan perlindungan terhadap para korban.*
Baca juga: KPPPA tegaskan orang tua korban kekerasan seksual harus berani melapor
Baca juga: Komnas HAM jelaskan alasan tolak kebiri kimia terdakwa Herry Wirawan
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022