Dengan penyerapan likuiditas melalui GWM, jumlah likuiditas yang sangat berlebih saat ini akan turun, tetapi akan tetap sangat longgar kondisi likuiditasnya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan rencana kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan secara bertahap sebanyak tiga kali pada 2022 mulai 1 Maret akan menyerap likuiditas sekitar Rp200 triliun.
"Dengan penyerapan likuiditas melalui GWM, jumlah likuiditas yang sangat berlebih saat ini akan turun, tetapi akan tetap sangat longgar kondisi likuiditasnya," ucap Perry dalam Konferensi Pers RDG BI Bulan Januari 2022 Cakupan Tahunan di Jakarta, Kamis.
Likuiditas perbankan yang sangat longgar tersebut tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi pada Desember 2021 mencapai 35,12 persen, serta Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh sebesar 12,21 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy).
Baca juga: BI naikkan GWM rupiah perbankan mulai Maret 2022
Baca juga: BI naikkan GWM rupiah perbankan mulai Maret 2022
Perry menjelaskan saat ini GWM perbankan tercatat berada pada level 3,5 persen, sehingga nantinya saat dilakukan kenaikan sebanyak tiga kali mulai 1 Maret 2022, GWM perbankan akan mencapai 6,5 persen untuk bank umum konvensional, serta lima persen untuk bank umum syariah dan unit usaha syariah pada September 2022.
Kenaikan tersebut pun diperkirakan hanya sedikit menggerus rasio AL/DPK, sehingga masih akan berada di kisaran 30 persen.
BI telah menambah likuiditas atau quantitative easing di perbankan sebesar Rp147,83 triliun selama tahun 2021 dan Rp5,93 triliun pada tahun 2022 per 18 Januari.
Baca juga: BI prediksi kredit perbankan tumbuh hingga 8 persen tahun ini
Baca juga: BI prediksi kredit perbankan tumbuh hingga 8 persen tahun ini
Selain karena injeksi bank sentral, ia menyebutkan kondisi likuiditas yang longgar juga merupakan dampak sinergi BI dan pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui pembelian surat berharga negara (SBN)
"Sepanjang 2021, BI telah melakukan pembelian SBN untuk pendanaan APBN 2021 sebesar Rp358,32 triliun, sementara tahun 2022 hingga 18 Januari BI membeli SBN di pasar perdana senilai Rp2,2 triliun," ungkap Perry.
Untuk pembelian SBN tahun 2021, ia membeberkan terdiri dari pembelian di pasar perdana sebesar Rp143,32 triliun sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan (Menkeu) dan Gubernur BI yang berlaku hingga 31 Desember 2022.
Kemudian, pembelian SBN pada tahun lalu juga meliputi private placement sebesar Rp215 triliun untuk pembiayaan penanganan kesehatan dan kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak pandemi COVID-19 sesuai dengan SKB Menkeu dan Gubernur BI tanggal 23 Agustus 2021.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022