• Beranda
  • Berita
  • PSHK UII: Penunjukan pejabat jadi kepala daerah harus demokratis

PSHK UII: Penunjukan pejabat jadi kepala daerah harus demokratis

26 Januari 2022 18:01 WIB
PSHK UII: Penunjukan pejabat jadi kepala daerah harus demokratis
Tangkapan layar Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi Universitas Islam Indonesia Allan F G Wardhana memberi paparan pada acara diskusi bertajuk “Transparansi Penunjukan Pejabat Kepala Daerah” yang berlangsung secara virtual sebagaimana diakses dari kanal Youtube PSHK FH UII di Jakarta, Rabu (26/1/2022). ANTARA/Genta Tenri Mawangi
Pusat Studi Hukum Konstitusi Universitas Islam Indonesia (PSHK UII) mengingatkan penunjukan ratusan pejabat sebagai kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan pada 2022 dan 2023 harus dilakukan secara demokratis.

Oleh karena itu, pejabat yang akan menjadi kepala daerah tidak boleh terlalu lama menjabat, karena itu berpotensi mengurangi esensi demokrasi dan otonomi daerah, kata Direktur PSHK UII Allan F G Wardhana pada acara diskusi virtual yang diikuti di Jakarta, Rabu.

Ada 101 kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2022, dan ada 171 kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2023.

Demi mengisi kekosongan itu, Menteri Dalam Negeri akan menunjuk pejabat setingkat pimpinan tinggi madya sampai pratama untuk bertugas sebagai kepala daerah.

Baca juga: Pengamat: Pertegas wewenang penjabat kepala daerah jelang Pilkada 2024

Persoalannya, Allan menyebut para pejabat yang akan bertugas sebagai kepala daerah pada tahun ini akan menjabat selama kurang lebih 20 bulan atau hampir 2 tahun.

Allan menilai masa jabatan itu terlalu lama untuk posisi pengganti, karena jika dibandingkan dengan ketentuan beberapa pasal UU Pilkada, masa jabatan pejabat pengganti kepala daerah maksimal hanya 18 bulan.

“Kalau lebih 18 bulan, mekanismenya harus melalui Pasal 173 atau Pasal 176 UU Pilkada, yaitu melalui demokrasi perwakilan,” terang dia.

Demokrasi perwakilan itu merujuk pada mekanisme pemilihan melalui DPRD mulai dari tingkat provinsi sampai kabupaten/kota, sebut Allan.

Namun, UU Pilkada belum mengatur secara detail dan jelas berapa lama para pejabat yang ditunjuk oleh Mendagri itu dapat mengisi posisi sebagai kepala daerah.

Allan lanjut menyampaikan ketidaksiapan regulasi itu kemudian memunculkan berbagai masalah terutama terkait penegakan prinsip dan nilai-nilai demokrasi di daerah.

“Pilkada itu inginnya legitimasi dari rakyat, pertanggungjawabannya dari rakyat karena dipilih secara langsung. Tetapi, karena ini pejabat — saya tidak masalah dengan pejabat — masalahnya, ada regulasi yang belum siap dan masa jabatan terlalu lama. Ini pertanggungjawabannya kepada rakyat atau menteri? Daulatnya diberikan kepada siapa sejak awal,” terang Allan.

Oleh karena itu, PSHK UII berencana mengajukan uji materiil terhadap UU Pilkada.

"Kami mencoba akan melakukan uji materiil terhadap UU Pilkada ini sebagai bentuk pertanggungjawaban kami mengawal demokrasi, karena menurut kami ini ada kekeliruan dan ada beberapa yang harus diluruskan, karena ini tidak sesuai dengan ide demokrasi kedaulatan rakyat," sebut Direktur PSHK UII pada acara diskusi.

Baca juga: Kepala daerah diminta taati larangan perjalanan ke luar negeri
Baca juga: Apeksi tekankan kepala daerah berhubungan baik dengan KPK
Baca juga: Junimart minta Kemendagri selektif usulkan Pj kepala daerah

 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022