Defriman saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (6/2) mengatakan pemerintah perlu kembali belajar dari penanganan kasus COVID-19 varian Delta yang mulai merebak pada Juli 2021, di mana kasus dapat melandai secara signifikan dengan PPKM Darurat.
Ia menilai dominasi tren penularan Omicron dari pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) ke transmisi lokal perlu diwaspadai, sebab dapat terjadi penularan secara komunitas dan terbentuk klaster-klaster.
Baca juga: Epidemiolog: Indonesia bisa keluar dari pandemi lewat tegakkan prokes
"Kalau belajar dari yang sudah-sudah, dievaluasi berdasarkan data yang saya pernah analisis juga, PPKM Darurat yang diikuti Level 1-4 memang sangat signifikan menurunkan atau melandaikan (kasus)," ujar dia.
Defriman mengatakan berdasarkan data terkini, PPKM Darurat seharusnya dilakukan sebelum paparan virus dari episentrumnya, Jawa dan Bali, meluas ke daerah lainnya.
Ia menilai ada keraguan dalam penyampaian risiko penularan Omicron, seolah-olah tidak seberat varian Delta. Hal ini membuat masyarakat berpikiran pandemi akan cepat selesai.
Namun dalam hal ini, varian tersebut tetap memberikan risiko pada pasien dengan komorbid dan lanjut usia.
Selain itu, Defriman mengatakan vaksin penguat atau "booster" menjadi penting, dan diharapkan masyarakat dapat segera mendapatkan vaksin ketiga. Sebab pasien terpapar saat ini kebanyakan telah menjalani vaksinasi dua kali.
"Sekarang Amerika sendiri juga panik, sedangkan Indonesia masih menganggap ringan saja. Ini karena belum terinfeksi, kalau sudah komunitas, sudah terkena lansia, berat juga. Meski yang muda bergerak, dapat terjadi transmisi, misalnya di rumah," kata dia.
Defriman mengharapkan herd immunity atau kekebalan kelompok dari kondisi antibodi dapat terbentuk karena infeksi secara alamiah, serta penerapan PPKM darurat dilakukan agar tidak terlambat menjadi wabah seperti pada Juli 2021.
Baca juga: Epidemiolog: Vaksinasi penguat tingkatkan proteksi individu
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022