Nyatanya, menurut ahli gizi yang juga Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia, Prof. Dr. Ir. H. Hardinsyah, MS, ada banyak faktor pemicu obesitas.
"Selain pemicu dari potensi genetik, juga ada potensi gangguan metabolisme, atau juga ketidakseimbangan hormonal. Sedangkan terkait MSG, sampai saat ini tidak ada bukti ilmiah yang menyebut bahwa MSG bisa membuat seseorang menjadi obesitas," kata Prof. Hardinsyah dalam webinar: “Benarkah Umami Menyebabkan Obesitas?” beberapa waktu yang lalu, ditulis Kamis.
Baca juga: Mendengkur dan gagal jantung bisa dialami orang obesitas
"Berdasarkan sejumlah penelitian yang dimuat dalam jurnal penelitian seperti di China dan Vietnam, tidak ada yang dapat membuktikan bahwa penggunaan MSG menyebabkan overweight atau obesitas," kata Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, pakar pangan Prof Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS mengatakan MSG sebagai penyedap rasa memiliki banyak manfaat.
MSG terdiri dari asam glutamat 78 persen, natrium 12 persen, dan air 10 persen, dan merupakan zat gizi. Asam glutamat banyak terkandung dalam bahan makanan sehari-hari seperti telur, ikan, daging, dan juga sayuran.
"MSG bukan unsur kimia yang berbahaya. Bahan bakunya dari tetes tebu melalui proses fermentasi," kata dia.
Menurut dia, MSG juga baik sebagai pengganti garam karena bisa membuat makanan memiliki cita rasa yang tinggi, namun rendah garam.
"Kandungan natrium pada MSG itu hanya sepertiga kandungan natrium pada garam dapur normal, dan sudah banyak juga penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa penggunaan MSG bermanfaat untuk membantu penurunan asupan garam namun tetap menjaga palatabilitas makanannya," kata Profesor Ahmad.
"Bahkan sebenarnya, natrium dalam garam itu justru sampai 40 persen, atau tiga kali lebih tinggi dari MSG, yang artinya, garam lebih berisiko membuat seseorang mengalami hipertensi atau darah tinggi daripada MSG," kata dia.
Grant Senjaya, Head of Public Relation Department PT Ajinomoto Indonesia mengatakan saat ini pihaknya memiliki kampanye Bijak Garam yang bertujuan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya diet rendah garam dan mengajak keluarga Indonesia untuk hidup lebih sehat dengan mengurangi asupan atau penggunaan garam dalam memasak.
"Salah satu faktor kendala sulitnya mengurangi garam dalam masakan adalah membuat rasanya tetap lezat dan tidak hambar. Kampanye Bijak Garam ini bisa menjadi solusi cermat dalam mengurangi penggunaan garam dalam setiap masakan dengan mempertahankan cita rasa yang tetap seimbang," kata dia.
Baca juga: Hari Gizi Nasional dan isu pangan lokal di tengah pandemi
Baca juga: ASNI: Anak obesitas perlu perbanyak asupan antioksidan selama pandemi
Baca juga: BKKBN: Cegah stunting dan obesitas penting untuk SDM berkualitas
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022