• Beranda
  • Berita
  • FKUI-RSCM: COVID-19 Omicron berhubungan dengan gangguan psikosomatic

FKUI-RSCM: COVID-19 Omicron berhubungan dengan gangguan psikosomatic

11 Februari 2022 08:57 WIB
FKUI-RSCM: COVID-19 Omicron berhubungan dengan gangguan psikosomatic
Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia–Rumah sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) menyelenggarakan Simposium Awam bertajuk “Manajemen Panik Akibat Covid-19 Varian Omicron dengan Telemedicine”. ANTARA/HO-Humas UI

masalah psikis bukanlah masalah kecil

Dokter dari divisi psikosomatik dan paliatif FKUI-RSCM dr. Hamzah Shatri, SpPD, K-Psi, M.Epid menuturkan bahwa pandemi COVID-19 varian Omicron berhubungan dengan peningkatan terjadinya gangguan psikosomatik.

"Gangguan ini dapat terjadi pada mereka yang terinfeksi virus maupun yang tidak. Rasa khawatir akan tertular, khawatir mengenai stigma, pengalaman pandemi, isolasi sosial merupakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan gangguan psikosomatik saat pandemi," kata dokter Hamzah dalam keterangan tertulis yang diterima di Depok, Jawa Barat, Jumat.

Pada Simposium Awam bertajuk “Manajemen Panik Akibat Covid-19 Varian Omicron dengan Telemedicine”  Hamzah mengatakan pengabaian masalah psikosomatik akibat pandemi dapat memperparah kondisi tubuh sehingga gangguan ini perlu segera ditangani.

Terdapat beberapa opsi terapi non farmakologi pada gangguan psikosomatik, diantaranya adalah psikoterapi suportif seperti perawatan diri, terapi relaksasi, cognitive behaviour therapy, dan olah raga.

"Masalah psikis bukanlah masalah kecil. Diperlukan dukungan psikologis dan sosial baik untuk masyarakat, keluarga, maupun individu,” ujar dr. Hamzah pada sebuah simposium yang digelar Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia–Rumah sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM).

Baca juga: Dokter spesialis: Tenaga medis berpotensi alami psikosomatik
Baca juga: Dokter ungkap cara mengetahui gejala palsu COVID-19

Dalam penanganan masalah psikologis itu, menurut dia, diperlukan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan untuk hasil yang maksimal.

Ia menambahkan bahwa simposium ini merupakan salah satu bentuk dukungan kepada masyarakat dalam bentuk edukasi.

Salah satu upaya untuk menangani rasa cemas adalah mengenal sumber kecemasan. Dan menurut Hamzah, pada gelombang ketiga COVID-19, salah satu faktor pendorong kecemasan adalah penyebaran varian virus Omicron yang sangat cepat melebihi varian Delta pada gelombang sebelumnya.

Dengan kasus positif COVID-19 yang terus meningkat, tentunya akan menimbulkan rasa cemas dan panik pada masyarakat. Hal ini merupakan masalah serius yang harus segera diidentifikasi dan ditangani.

Baca juga: Tempat isolasi penderita COVID-19 di PSJ UI hampir penuh
Baca juga: Epidemiolog UI: Satu kasus Omicron dapat tularkan pada 10-40 orang

Panik dan rasa cemas berpotensi menimbulkan gangguan psikosomatik. Gangguan psikosomatik merupakan keluhan fisik (somatik) yang timbul atau dipengaruhi oleh pikiran atau emosi (psikis). Gangguan psikosomatik terbagi dua, yaitu psikis dan somatik.

Gangguan psikis meliputi gangguan cemas (ansietas), depresi, gangguan tidur, dan fatigue (lelah) akut maupun kronik. Gangguan psikis akan merasakan keluhan seperti sakit kepala, pusing, jantung berdebar-debar.

Lebih lanjut, gangguan ini dapat memicu kambuhnya penyakit somatik seperti maag, hipertensi, serangan jantung, dan stroke.

Baca juga: Ahli UI: Vaksin "booster" sangat penting atasi varian Omicron
Baca juga: Epidemiolog UI optimistis Indonesia masuk fase endemi pada 2022
Baca juga: Dengan pendekatan bioinformatika, UI teliti obat alternatif COVID-19

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022