Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi penyumbang devisa terbesar Indonesia untuk sektor pertambangan batu bara, sehingga menjadi daerah yang paling berkepentingan untuk menyuarakan upaya percepatan pembangunan energi baru dan terbarukan.
Sebab, warga Kalimantan kini menjadi pihak yang paling merasakan dampak lingkungan dari pengerukan tambang batu bara untuk kebutuhan energi baik nasional maupun internasional.
Saat ini, hampir setiap tahun warga di berbagai daerah di Kalimantan Selatan, baik daerah tambang maupun non-tambang, mengalami penderitaan berkepanjangan karena banjir akibat kondisi alam yang sudah rusak.
Setiap tahunnya sekitar 80 juta ton lebih batu bara Kalsel diambil untuk memenuhi kebutuhan energi nasional hingga mancanegara.
Kebijakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang berani menghentikan ekspor bahan mentah, menjadi asa bagi upaya untuk menekan angka laju kerusakan lingkungan hidup di Kalimantan, walaupun berdampak ekonomi bagi sebagian pengusaha tambang.
Presiden berharap hilirisasi industri akan menjadi kunci kenaikan ekspor Indonesia, dengan harapan sejalan dengan itu, daya saing perekonomian Indonesia juga meningkat.
Bila program hilirisasi industri bisa berjalan dengan baik, maka ini juga akan menjadi asa bagi Kalimantan Selatan untuk bisa terus membenahi lingkungan dan mengembangkan ekonomi hijau di daerah ini.
Selama ini, ketergantungan ekonomi Kalsel terhadap sektor pertambangan batu bara masih sangat tinggi, dan ini perlahan harus terus ditekan dengan meningkatkan potensi ekonomi lainnya, terutama di sektor pertanian dan perkebunan serta UMKM.
Sejalan dengan itu, mengembangkan energi terbarukan dengan menggali potensi-potensi alam yang ada, menjadi keniscayaan dan harus menjadi pembahasan serius dalam perhelatan pertemuan yang melibatkan sekitar 6.500 peserta dari negara anggota G20.
Baca juga: Indonesia tampilkan diplomasi hijau dalam isu transisi energi
Energi hijau
Derap Kalsel untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan sebenarnya sudah mulai dilakukan sejak beberapa tahun terakhir.
Pemerintah Provinsi melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Lingkungan Hidup dan terkait lainnya, telah mengembangkan berbagai potensi energi yang ada di provinsi ini.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel Hanifah Dwi Nirwana mengatakan, beberapa potensi yang telah dikembangkan antara lain energi bayu, pembangkit listrik tenaga surya, energi hidro mikro, energi dari sampah, bahkan energi dari kotoran ternak dan beberapa potensi lainnya.
Sayangnya, beberapa potensi tersebut, belum dikembangkan dengan maksimal karena beberapa kendala.
"Saat ini pengembangannya masih baru sebatas lokus-lokus, belum ada yang dikembangkan dengan masif," katanya.
Ke depan, Pemprov Kalsel akan berupaya mengembangkan energi bayu dan air, yang potensinya dinilai juga cukup besar.
"Upaya pengembangan mikro hidro sebenarnya juga sempat mengemuka," katanya.
Selain itu, kini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga sedang berupaya mengembangkan sampah menjadi energi dan telah mendapatkan dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Guru Besar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Gusti Muhammad Hatta berpendapat Kalimantan Selatan memiliki potensi energi baru terbarukan cukup besar namun belum termanfaatkan secara maksimal.
Menurut Hatta, yang juga mantan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) RI, beberapa contoh energi baru terbarukan yang cukup potensial di Indonesia termasuk di Kalsel antara lain matahari atau surya, angin, dan air.
"Khusus Kalsel, kita memiliki sumber daya PLTS, PLTB dan PLTA cukup potensial," lanjutnya.
Namun, hingga kini Kalsel yang berpenduduk lebih empat juta jiwa dan tersebar pada 13 kabupaten/kota masih dominan memanfaatkan energi yang tak terbarukan seperti, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan menggunakan minyak bumi.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang relatif besar yakni Waduk Riam Kanan, Kabupaten Banjar yaitu PLTA Ir Pangeran Mohammad Noor dengan kapasitas terpasang 2 X 10 megawatt (MW), itupun hibah dari Pemerintah Jepang yang pembangunannya dilakukan Tahun 1970-an.
Hanya saja untuk membangun energi di luar dari tenaga batu bara, minyak bumi, dan gas, memerlukan investasi yang besar walaupun teknologi mengenai itu sudah dikuasai.
Menurut dia, pilihan terbaik jika ingin menggantikan batu bara, minyak bumi, dan gas adalah air, apalagi Kalsel banyak sungai yang bisa dibendung untuk PLTA tersebut.
Jika ada sebuah PLTA tentu harus tersedia debit air yang banyak, dan untuk menjaga agar debit air itu tetap banyak tentu harus banyak hutan yang lestari.
"Makanya jika ingin lingkungan tetap sehat, harus gunakan PLTA seraya melakukan pelestarian hutan, melakukan penanaman pohon penghijauan, agar hutan-hutan yang gundul segera hijau menjadi kawasan resapan air untuk menjaga agar PLTA tersebut terus beroperasi.
Hatta menyambut gembira program revolusi hijau yang digaungkan Pemerintah Provinsi Kalsel, karena program tersebut tentu bertujuan memperkuat tutupan lahan yang tentu pula menjadi kawasan resapan air.
"Dalam upaya menjaga lingkungan tetap lestari tersebut memang diperlukan sebuah gerakan masyarakat dalam upaya terus menjaga lingkungan dan ikut menanam, galakkan gerakan masyarakat cinta lingkungan, sekolah adiwiyata dilanjutkan termasuk pesantren, dan juga perguruan tinggi," katanya.
Baca juga: Transisi Energi G20 himpun komitmen global capai target akses energi
Pintu gerbang IKN
Provisi Kalimantan Selatan sebagai pintu gerbang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kabupaten Panajam Pasir Utara (PPU), Kalimantan Timur, juga menjadi momentum strategis untuk pengembangan energi terbarukan dan ekonomi hijau.
Kekhawatiran sebagian pihak tentang pembangunan IKN Nusantara akan merusak kawasan hutan, harus ditangkal dengan upaya sungguh-sungguh dari pemerintah pusat, provinsi baik Kalimantan Timur maupun daerah penyangga lainnya, melalui kebijakan pengembangan energi dan ekonomi ramah lingkungan.
Tiga isu utama yang diusung Indonesia saat menjadi pemimpin negara-negara anggota G20 menjadi bekal bagi pembangunan IKN di Kalimantan.
Tiga isu utama berupa arsitektur kesehatan global, transisi menuju ekonomi dan energi hijau serta digitalisasi/transformasi digital, diharapkan menjadi landasan pembangunan Kalimantan yang lebih baik.
Momentum pembangunan dan penataan IKN Nusantara, harus disikapi dengan bijak oleh pemerintah baik Pemerintah Pusat, Pemprov Kalsel dan seluruh daerah penyangga untuk benar-benar serius mengembangkan berbagai sektor berlandaskan pelestarian lingkungan.
Pembangunan infrastruktur, pangan, energi, sumber daya manusia, dan lainnya, untuk mendukung terwujudnya IKN Nusantara, harus berlandaskan upaya pelestarian lingkungan dan alam.
Sehingga bencana yang selama ini sudah terjadi, bisa dikendalikan dan dikembalikan sesuai dengan fungsinya.
Sehingga seluruh investor yang masuk dan ingin mengembangkan IKN, harus memiliki prinsip dan pandangan yang sama terkait ekonomi dan energi hijau, sebagaimana kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Kini Indonesia menjadi pemimpin negara-negara hebat, Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, Uni Eropa, Prancis, Jerman, India, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris dan Amerika Serikat.
Hal tersebut menjadi momentum yang tidak bisa dilepaskan begitu saja, untuk mendukung upaya pengembangan IKN Nusantara dan upaya pengembangan ekonomi nasional, khususnya Kalimantan Selatan.
Kini Kalsel bersiap untuk menjadi daerah yang memiliki peran penting, dalam upaya membangun peradaban baru pembangunan nasional dengan menggali berbagai potensi ekonomi daerah yang berlandaskan kelestarian lingkungan.
Baca juga: Indonesia dan isu transisi energi dalam fokus presidensi G20
Baca juga: Forum G20 ajang ciptakan kedaulatan energi hijau dan magnet investasi
Baca juga: G20 perlu kongkritkan percepatan transisi ke arah energi hijau
Pewarta: Ulul Maskuriah
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022