“Cuaca ekstrim, krisis air bersih, kebakaran hutan dan gangguan lingkungan lainnya yang meningkat dengan kecepatan yang mengkhawatirkan berpotensi mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan,” kata Destry saat menyampaikan Opening Remark Casual Talks dengan tema Building a Resilient Sustainable Finance yang disiarkan secara daring, Jumat.
Berdasarkan perhitungan beberapa ahli, lanjutnya, biaya penanganan kerusakan akibat perubahan iklim diperkirakan akan lebih tinggi dari biaya penangan krisis global 2008 dan pandemi COVID-19. Selama 20 tahun terakhir biaya penanganan masalah cuaca ekstrem telah mencapai 1,51 triliun dolar AS.
Beberapa analis juga memprediksi bahwa tanpa adanya tindakan untuk mengatasi perubahan iklim, suhu bumi diperkirakan akan meningkat 3,2 derajat celcius dengan kerugian PDB global mencapai 18 persen.
“Namun jika kesepakatan Paris tercapai, suhu tambahan maksimal akan di bawah 2 derajat Celcius dengan kerugian PDB Global terbatas pada 4 persen,” ujarnya.
Oleh karena itu, melalui Presidensi G20 Indonesia menekankan pentingnya keuangan berkelanjutan yang berperan terhadap pemulihan ekonomi global yang hijau, berkelanjutan serta inklusif.
Dari sisi strategi pembiayaan, Destry menjelaskan bahwa Indonesia telah mengembangkan produk pembiayaan berkelanjutan, green bond dan green sukuk. Green bond telah tumbuh secara ekspansif dan diproyeksikan mencapai 260 miliar dolar AS secara akumulasi pada 2021-2023.
BI juga mendeklarasikan Bank Indonesia green financial and institutional framework, yang terdiri dari dua pilar. Yang pertama adalah aspek hijau dalam bauran kebijakan dan yang kedua kelembagaan hijau. Kedua pilar tersebut bertujuan untuk mewujudkan sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan dan tangguh.
Per Desember 2021, BI telah memberikan cadangan devisa sebanyak 5,82 miliar dolar AS dan sebanyak 1,83 miliar dolar AS diinvestasikan pada portofolio hijau.
Lebih lanjut Destry mengajak setiap negara untuk berpartisipasi aktif dalam koordinasi internasional untuk mempercepat pembatasan pemanasan global.
“Hal ini perlu dikombinasikan dengan peningkatan, novasi dan inisiatif yang dapat disesuaikan dengan kapasitas setiap negara Indonesia selalu siap mendukung pemulihan global seiring dengan semangat G20 recover together recover stronger,” kata dia.
Baca juga: EIB di Indonesia dukung pembiayaan tangani perubahan iklim
Baca juga: BI : Neraca pembayaran RI 2021 tetap baik, surplus 13 miliar dolar
Baca juga: Presiden bertemu delegasi Bank Dunia bahas G20 hingga transisi energi
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022