• Beranda
  • Berita
  • Sebanyak 38 bahasa daerah jadi objek revitalisasi pada 2022

Sebanyak 38 bahasa daerah jadi objek revitalisasi pada 2022

22 Februari 2022 13:59 WIB
Sebanyak 38 bahasa daerah jadi objek revitalisasi pada 2022
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, dalam peluncuran Merdeka Belajar episode 17 yang dipantau di Jakarta, Selasa (22/2/2022). (ANTARA/Indriani)

Sebanyak 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi di Tanah Air akan menjadi objek revitalisasi bahasa daerah pada 2022 yang diselenggarakan Kemendikbudristek.

“Kemendikbudristek merancang tiga model revitalisasi yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan,” ujar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, dalam peluncuran Merdeka Belajar episode 17 yang dipantau di Jakarta, Selasa.

Bahasa daerah yang direvitalisasi tersebut yakni Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

Dia menjelaskan model A, yang mana karakteristik daya hidup bahasanya masih aman, jumlah penuturnya masih banyak, dan masih digunakan sebagai bahasa yang dominan di dalam masyarakat tuturnya.

Baca juga: Kemendikbudristek meluncurkan Program Revitalisasi Bahasa Daerah

Baca juga: Dewan Adat SLW khawatir ucapan Arteria Dahlan "membunuh" bahasa daerah


Pendekatan yang dilakukan pada model A adalah pewarisan dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah (berbasis sekolah). Contohnya, Bahasa Jawa, Sunda, dan Bali.

Selanjutnya model B, yang mana karakteristik daya hidup bahasanya tergolong rentan, jumlah penuturnya relatif banyak dan bahasa daerahnya digunakan secara bersaing dengan bahasa-bahasa daerah lain.

Pendekatan pada model itu adalah pewarisan dapat dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah jika wilayah tutur bahasa itu memadai dan pewarisan dalam wilayah tutur bahasa juga dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas.

Kemudian, model C, yang mana karakteristik daya hidup bahasanya kategori mengalami kemunduran, terancam punah, atau kritis, serta jumlah penutur sedikit dan dengan sebaran terbatas.

Pendekatan yang dilakukan pada model itu adalah pewarisan dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas untuk wilayah tutur bahasa yang terbatas dan khas dan pembelajaran dilakukan dengan menunjuk dua atau lebih keluarga sebagai model tempat belajar atau dilakukan di pusat kegiatan masyarakat, seperti tempat ibadah, kantor desa, atau taman bacaan masyarakat.

Puncak Revitalisasi Bahasa Daerah akan berujung pada Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI). Festival itu merupakan media apresiasi kepada para peserta revitalisasi bahasa daerah yang dilakukan secara berjenjang, mulai dari sekolah, atau komunitas belajar.

"Dalam FTBI ini akan mengusung tujuh materi yaitu membaca dan menulis aksara daerah, menulis ceita pendek, membaca dan menulis puisi (sajak, gurit), mendongeng, pidato, tembang tradisi, dan komedi tunggal," kata dia.

Tujuan akhir dari revitalisasi bahasa daerah itu adalah para penutur muda akan menjadi penutur aktif bahasa daerah dan mempelajari bahasa daerah dengan penuh suka cita melalui media yang mereka sukai. Kemudian, menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerah.

Selanjutnya menciptakan ruang kreativitas dan kemerdekaan bagi para penutur bahasa daerah untuk mempertahankan bahasanya. Keempat, menemukan fungsi dan rumah baru dari sebuah bahasa dan sastra daerah.

"Mari kita lestarikan bahasa daerah dengan cara mengembangkannya agar tetap adaptif terhadap perubahan, zaman, dan terus menjadi ciri dari keindonesiaan kita," kata Nadiem.*

Baca juga: Pernyataan Arteria Dahlan dan hikmah untuk pelihara bahasa daerah

Baca juga: Anggota DPR: Rapat pakai bahasa Sunda wajar

Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022