• Beranda
  • Berita
  • Wamenkumham setuju penyatuan UU Psikotropika dan UU Narkotika

Wamenkumham setuju penyatuan UU Psikotropika dan UU Narkotika

22 Februari 2022 15:55 WIB
Wamenkumham setuju penyatuan UU Psikotropika dan UU Narkotika
Tangkapan layar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej dalam webinar “Paparan Publik RUU Narkotika versi JRKN” yang disiarkan di kanal YouTube ICJRid, seperti dipantau dari Jakarta, Selasa (22/2/2022). ANTARA/Putu Indah Savitri
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyetujui usulan penyatuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Dalam rapat kerja pada 2 Februari dengan Komisi III DPR, mitra kerja Kementerian Hukum dan HAM, ada usulan yang baik sekali dari Fraksi PDI Perjuangan untuk menyatukan UU Psikotropika ke dalam UU Narkotika. Ini saya setuju," Eddy dalam webinar "Paparan Publik RUU Narkotika versi Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN)", seperti dipantau secara virtual di Jakarta, Selasa.

Eddy mengatakan berdasarkan pengamatannya di beberapa negara lain, seperti Belanda dan Amerika Serikat, amendemen UU narkotika di kedua negara tersebut dilakukan saat meratifikasi Konvensi Psikotropika 1971 ​​​​​​​atau Convention On Psychotropic Substances 1971 ke dalam hukum negara mereka.

Terkait berat atau ringannya hukuman bagi para pelaku tindak pidana narkotika di Belanda, lanjutnya, tidak bergantung pada jenis obat, melainkan didasarkan pada tindak kriminal yang dilakukan para pelaku.

Apabila pelaku memasukkan atau mengeluarkan obat-obatan secara ilegal dari dan/atau ke Belanda, maka hukumannya akan berat.

"Kalau di Indonesia kan berat atau ringannya hukuman tidak terlepas dari tingkat bahayanya obat. Jadi, Golongan 1 lebih berat dari Golongan 2, Golongan 2 lebih berat dari Golongan 3. Padahal, tingkat bahayanya obat itu kan sangat relatif," jelasnya.

Eddy mencontohkan ketika ada seseorang yang mengonsumsi narkotika Golongan 1 sebanyak dua butir, maka dia akan mengalami dampak lebih ringan daripada pengguna narkotika Golongan 3 sebanyak 100 butir.

Tentu tingkat bahaya per golongan menjadi lebih relatif karena bergantung pada jumlah yang mereka konsumsi, tukasnya.

Oleh karena itu, menurutnya akan akan lebih baik apabila penggolongan obat-obatan hanya dibagi menjadi dua, yakni golongan narkoba dan golongan psikotropika.

"Ini sudah saatnya kita mencabut UU Psikotropika dan memasukkan (ketentuan) psikotropika ke dalam (UU) Narkotika," ujar Eddy.

Baca juga: Menkumham tegaskan bandar narkoba harus dimiskinkan
Baca juga: MPR RI: Keadilan restoratif pada UU Narkotika belum terlaksana

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022