Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah akan memperluas sektor yang dipungut pajak karbon pada 2025 setelah peta jalan pajak karbon selesai disusun.
"Perluasan sektor akan dilihat yang harus sesuai dengan peta jalan pajak karbon yang saat ini sedang disusun. Komunikasi dan kolaborasi kami sangat erat dengan DPR dan disepakati bahwa perluasan sektor akan dilihat di sekitar tahun 2025," kata Febrio dalam Konferensi Pers APBN KiTa daring yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Pemerintah akan memungut pajak karbon yang dimulai dengan pemungutan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis Batubara pada 1 April 2022 mendatang.
Pemungutan ini didasarkan pada aturan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Baca juga: Bank Dunia: Pajak karbon sumber pendapatan potensial yang besar
Mekanisme pemungutan pajak didasarkan pada batas emisi atau cap and tax dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen untuk emisi yang melebihi batas yang telah ditetapkan.
Dalam mekanisme pengenaannya, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang dibeli di pasar karbon sebagai pengurangan kewajiban pajak karbonnya.
Febrio melanjutkan pemerintah akan memastikan pemungutan pajak karbon konsisten dengan upaya pemulihan ekonomi dari dampak COVID-19 dan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) untuk mengurangi emisi karbon.
Pemerintah juga sedang merancang Peraturan Pemerintah terkait peta jalan pajak karbon yang saat ini dalam tahap pengkajian.
"Dan akan dilakukan konsultasi publik dengan setiap kementerian dan lembaga pemerintah serta masyarakat yang terdiri dari peneliti, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lain-lain," katanya.
Baca juga: Penerapan pajak karbon demi transisi ekonomi yang lebih berkelanjutan
Baca juga: APBI dukung skema pajak karbon di sektor energi
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022