Kompleksitas pendidikan nasional terutama terkait tata kelola guru sangatlah luas dan mendalam dan akan sangat riskan ketika dibahas dan diputuskan dalam waktu yang terlalu singkat.
Konsorsium Pendidikan Indonesia (KoPI) yang gabungan sejumlah organisasi profesi dan kemasyarakatan menginginkan agar pembahasan revisi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) ditunda.
"Pembahasan RUU Sisdiknas ini sebaiknya tidak tergesa-gesa karena banyak aspek penting yang belum dimuat. Di antaranya adalah tidak adanya pasal tentang fakultas keguruan sebagai pencetak calon-calon guru profesional. Padahal posisinya sangat penting karena guru adalah penentu kemajuan pendidikan," ujar Ketua Forum Dekan Tarbiyah dan Keguruan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Dr Sururin, M.Ag dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Konsorsium juga menilai pembahasan dilakukan dengan tergesa-gesa dimana prosesnya patut dipertanyakan yang mana tahapan RUU Sisdiknas dibuat mendahului peta jalan pendidikan nasional. Pembahasan yang tergesa-gesa terhadap sebuah produk hukum utama yang akan menjadi rujukan penting akan beresiko menghasilkan produk hukum yang cacat proses dan kurang legitimasi masyarakat. Apalagi dibuat tanpa menyepakati arah yang jelas akan di bawa ke mana pendidikan.
Selain itu, pihak konsorsium menilai pembahasan dilakukan dengan tidak terbuka secara penuh yang mana tidak setiap pemangku kepentingan mendapatkan akses yang penuh terhadap dokumen dan diberikan waktu yang terlalu singkat untuk mempelajari dan memberikan umpan balik terhadap substansi dokumen penting.
Kompleksitas pendidikan nasional terutama terkait tata kelola guru sangatlah luas dan mendalam dan akan sangat riskan ketika dibahas dan diputuskan dalam waktu yang terlalu singkat.
Tata kelola guru perlu pembahasan yang menyeluruh untuk menyelaraskan berbagai peraturan yang ada. Hal itu dikarenakan guru adalah ujung tombak pendidikan di mana porsi kontribusi guru terhadap mutu pendidikan melampaui kualitas luaran pendidikan. Tidak pernah terjadi kualitas pendidikan melampaui kualitas guru. Karena itu landasan hukum yang jelas diperlukan dan menjadi prioritas untuk memastikan pengembangan kompetensi dan profesionalisme guru.
Selanjutnya, pembibitan guru pada pendidikan keguruan perlu dimulai dari sejak awal, tidak bisa dilakukan melalui ‘pembajakan’ di tengah jalan. Ini karena guru memerlukan internalisasi profesi yang sangat baik dan dapat dipertanggungjawabkan sebelum memulai bertugas.
Baca juga: Pakar sebut penyusunan revisi UU Sisdiknas sesuai prosedur
Baca juga: FSGI sebut revisi UU Sisdiknas berbahaya bagi organisasi guru
Kemudian, di negara-negara maju pendidikan keguruan harus berbasis universitas. Untuk itu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) perlu senantiasa hadir dan dikembangkan untuk dapat menghasilkan porsi guru konkuren yang lebih besar daripada sekedar model berurutan.
Pendidikan non formal dan informal sebagai pendidikan sepanjang hayat yang adaftif, up to date, fleksibel dan menjangkau di seluruh pelosok Indonesia harus mendapat kesetaraan hukum dan kesempatan yang sama dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan profesionalisme tenaga pendidik di sektor ini pun perlu juga mendapatkan perhatian.
“RUU Sisdiknas ini mengebiri peran dan kesetaraan hukum jalur Pendidikan Non Formal (PNF). Padahal PNF sebagai pendidikan sepanjang hayat sudah terbukti sangat efektif melaksanakan fungsinya sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal, hal ini dikarenakan PNF sangat fleksibel, multi entry multi exit, adaptif, responsif dan kekinian yang sangat relevan dengan konsep merdeka belajar," ujar Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (FPLKP) Pendidikan Non Formal, Drs HM Ali Badarudin SH MM.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) merupakan hajat dan kepentingan bangsa dalam menunaikan UUD 1945, khususnya pada bagian pembukaan dan pasal 31, oleh karena itu perlu dibahas dengan cermat dan seksama.
"Jangan sampai ada hak warga negara dan kewajiban negara/pemerintah yang tidak tertunaikan terkait dengan pendidikan. UUSPN adalah payung hukum tertinggi pikiran normative dan praktek pendidikan di wilayah yurisprudensi NKRI," kata Ali.
UUSPN yang baru nanti harus visioner namun tidak meninggalkan sejarah dan praktek baik antropologi pendidikan masyarakat bangsa Indonesia. UUSPN yang baru tidak boleh dibangun seolah- olah Indonesia adalah ruang kosong yang boleh didirikan bangunan apa saja di atasnya. Filsafat Pancasila yang sosialis harus menjadi landasan utama pemikiran yang dituangkan dalam setiap pasal dan ayat pada UUSPN tersebut.
KoPI beranggotakan dua belas organisasi pendidikan, yaitu: Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdatul Ulama (LP Maarif NU), Majelis Pendidikan Kristen, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, Perguruan Taman Siswa, Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (FKLKP), Perkumpulan Perguruan Tinggi Kependidikan Negeri (PPTKN), Forum Penyelenggara Pendidikan Tenaga Kependidikan Swasta Indonesia, Forum Komunikasi Pimpinan FKIP Negeri Se-Indonesia, dan Forum Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah, dan Keguruan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
Baca juga: Pakar sebut revisi UU Sisdiknas sesuai dengan konstitusi
Baca juga: Penyelenggara pendidikan minta pembahasan RUU Sisdiknas ditunda
Pewarta: Indriani
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022