• Beranda
  • Berita
  • Anggota DPR desak kebijakan DMO dan DPO minyak sawit mentah dievaluasi

Anggota DPR desak kebijakan DMO dan DPO minyak sawit mentah dievaluasi

24 Februari 2022 19:47 WIB
Anggota DPR desak kebijakan DMO dan DPO minyak sawit mentah dievaluasi
Ilustrasi - Petani mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Aceh Timur. (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)
Anggota Komisi XI DPR RI Sihar Sitorus mendesak Pemerintah untuk segera mengevaluasi kembali kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya.

Menurut Sihar Sitorus, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, evaluasi diperlukan karena setelah hampir sebulan kebijakan tersebut diberlakukan, kelangkaan atau krisis minyak goreng terus terjadi di Indonesia.

"Setelah hampir satu bulan, tidak terlihat efektivitas dari kebijakan Pemerintah tersebut, justru kelangkaan minyak goreng yang terus terjadi," ujarnya.

Baca juga: DPR setujui anggaran penerimaan operasional BI 2022 Rp28,41 triliun

Lebih lanjut, Sihar pun menyampaikan tujuan diberlakukannya DMO, yaitu kebijakan yang mewajibkan pemasokan kebutuhan barang dalam negeri.

Ia menjelaskan kebijakan tersebut bertujuan agar stok minyak sawit mentah tetap tersedia sebagai bahan baku minyak goreng.

Di samping itu, tambah Sihar, DMO juga bertujuan menekan harga jual minyak sawit mentah dan minyak goreng di bawah harga pasar melalui kebijakan DMO CPO 20% dan DPO atau kewajiban harga domestik sebesar Rp9.300 per kilo.

Lalu, ada pula penetapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng Rp11.500 sampai Rp14.000 melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022.

"Yang terjadi justru sebaliknya, kegiatan arbitrase harga di mana saat ini masyarakat malah membeli minyak goreng dengan harga murah. Hal itu dilakukan dengan tujuan menjual kembali dengan harga pasar," kata Sihar.

Di sisi lain, Sihar juga mengamini kelangkaan minyak goreng terjadi karena adanya dugaan penimbunan stok.

Selain itu, menurutnya, kebijakan DMO justru terkesan memotong insentif produsen dengan pematokan harga melalui kebijakan DPO tanpa mengeluarkan biaya subsidi kepada produsen, seperti petani hingga distributor. Hal tersebut, kata dia, ditempuh dengan tujuan agar produsen berproduksi.

"Melalui kebijakan DMO ini, Pemerintah justru terkesan memotong insentif produsen. Seharusnya, ada subsidi, jadi produsen melalui subsidi itu dapat menyalurkan subsidi langsung kepada masyarakat atau keluarga yang membutuhkan," terangnya.

Selanjutnya, Sihar juga menegaskan penerapan kebijakan DMO dan DPO oleh Pemerintah sangat berdampak terhadap harga minyak sawit mentah di skala internasional, seperti di Malaysia yang mengalami kenaikan harga sebesar 8,1 persen per bulan.

Dengan demikian, Sihar merasa khawatir apabila kebijakan tersebut tidak segera dievaluasi, kelangkaan minyak goreng akan terus berlanjut.

Tidak hanya itu, ia juga mengkhawatirkan upaya Pemerintah mewujudkan harga minyak goreng yang terjangkau akan menjadi sulit ketika kebijakan tersebut tidak kunjung dievaluasi

Baca juga: Bappenas berencana hapus program UMKM di 8 kementerian/lembaga
Baca juga: Komisi XI DPR setujui anggaran OJK tahun 2022 senilai Rp6,32 triliun

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022