Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menekankan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) perlu memperkuat upaya pengurangan risiko bencana karena banyak daerah yang mengalami penurunan daya dukung alam menghadapi cuaca ekstrem.izin-izin pembangunan harus terus memperhatikan risiko bencana
Suharyanto dalam penutupan Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) 2022 diikuti secara daring di Jakarta, Kamis, mengatakan, bencana banjir di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, adalah bukti bahwa daya dukung alam itu tidak mampu lagi dengan perkembangan kehidupan saat ini.
"Akibat sungainya sudah sempit, sudah dangkal, sudah tidak lebar lagi, sudah tidak dalam. Sehingga begitu datang hujan yang ekstrem yang tinggi yang dulu tidak pernah banjir, sekarang banjir," kata dia.
Oleh karena itu, mitigasi segera dilakukan dengan membuat proyek percontohan (pilot project) BNPB bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk kembali meningkatkan daya dukung lingkungan itu agar mampu mengantisipasi cuaca ekstrem.
Baca juga: Walhi dorong perbaikan daya dukung lingkungan hidup
Baca juga: Akademisi: Pemanfaatan tanah dan ruang jadi sektor penting lingkungan
Menurut dia, bencana seperti banjir dan longsor dapat diperkirakan, sehingga pencegahannya harus betul-betul dikedepankan.
Selain itu, Suharyanto menegaskan peringatan dini harus selalu dicek secara rutin, agar tidak mengakibatkan korban jiwa.
Belajar dari pengalaman bencana awan panas guguran (APG) Gunung Semeru, Jawa Timur, masyarakat terkesan gagap saat dikeluarkan peringatan.
Sehingga langkah yang dilakukan yakni berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk memasang peringatan-peringatan yang lebih bagus, lebih banyak dan lebih modern lagi di kawasan Gunung Semeru.
"Ini juga menjadi catatan kita dari BNPB, BPBD dan semua komponen yang terlibat untuk terus memperbaiki," kata dia.
Baca juga: Walhi: Banjir Morowali karena penurunan daya dukung lingkungan
Menurut dia, bencana seperti banjir dan longsor dapat diperkirakan, sehingga pencegahannya harus betul-betul dikedepankan.
Selain itu, Suharyanto menegaskan peringatan dini harus selalu dicek secara rutin, agar tidak mengakibatkan korban jiwa.
Belajar dari pengalaman bencana awan panas guguran (APG) Gunung Semeru, Jawa Timur, masyarakat terkesan gagap saat dikeluarkan peringatan.
Sehingga langkah yang dilakukan yakni berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk memasang peringatan-peringatan yang lebih bagus, lebih banyak dan lebih modern lagi di kawasan Gunung Semeru.
"Ini juga menjadi catatan kita dari BNPB, BPBD dan semua komponen yang terlibat untuk terus memperbaiki," kata dia.
Baca juga: Walhi: Banjir Morowali karena penurunan daya dukung lingkungan
Baca juga: Walhi: banjir DKI karena turunnya daya dukung lingkungan
Terakhir, Suharyanto menekankan agar perizinan usaha yang dikeluarkan harus mempertimbangkan risiko bencana, pembangunan infrastruktur harus mengurangi potensi resiko dan bukan menambahnya.
Dia mengulangi pada musim hujan 5-10 tahun lalu, Sintang tidak pernah banjir, tetapi sekarang, setiap ada hujan deras daerah itu selalu banjir.
Hal itu salah satunya disebabkan adalah pembukaan lahan-lahan yang semula itu daerah hijau, daerah resapan air, tetapi akibat pembangunan atau pembukaan kebun menjadi sering banjir.
"Ini juga menjadi catatan bagi daerah. Sampaikan kepada para kepala daerah, dalam memberikan izin-izin pembangunan harus terus memperhatikan risiko bencana," kata Suharyanto.
Baca juga: Bappenas: Penurunan daya dukung lingkungan akan hambat pertumbuhan ekonomi
Terakhir, Suharyanto menekankan agar perizinan usaha yang dikeluarkan harus mempertimbangkan risiko bencana, pembangunan infrastruktur harus mengurangi potensi resiko dan bukan menambahnya.
Dia mengulangi pada musim hujan 5-10 tahun lalu, Sintang tidak pernah banjir, tetapi sekarang, setiap ada hujan deras daerah itu selalu banjir.
Hal itu salah satunya disebabkan adalah pembukaan lahan-lahan yang semula itu daerah hijau, daerah resapan air, tetapi akibat pembangunan atau pembukaan kebun menjadi sering banjir.
"Ini juga menjadi catatan bagi daerah. Sampaikan kepada para kepala daerah, dalam memberikan izin-izin pembangunan harus terus memperhatikan risiko bencana," kata Suharyanto.
Baca juga: Bappenas: Penurunan daya dukung lingkungan akan hambat pertumbuhan ekonomi
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022