Sejak pandemi, kebutuhan rumah tangga pun bertambah. Bukan hanya harus membeli masker dan vitamin untuk menunjang daya tahan tubuh, namun, juga internet supaya kegiatan berjalan lancar.
Konektivitas digital sekarang menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar, ia wajib ada supaya masyarakat tetap bisa bergerak selama pandemi. Urusan konektivitas digital tidak berhenti pada ketersediaan jaringan, tapi, juga sampai pada bagaimana konektivitas ini dimanfaatkan untuk hal yang produktif.
Melihat fenomena yang hampir terjadi di berbagai negara ini, kelompok kerja ekonomi digital forum G20 yang baru saja terbentuk, Digital Economy Working Group (DEWG), mengangkat konektivitas sebagai salah satu dari tiga isu prioritas.
"Kalau DEWG tidak menyoroti masalah ini, kesenjangan akan semakin lebar," kata Ketua DEWG, Mira Tayyiba, yang juga Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, dikutip Jumat.
Baca juga: Konsolidasi kolaborasi media kunci sukses Presidensi G20 Indonesia
Baca juga: Usman Kansong: Presidensi G20 cara menunjukkan potensi Indonesia
Pandemi semakin memperlihatkan betapa pentingnya adopsi dan manfaat teknologi digital. Ketika banyak aktivitas yang harus dilakukan dari jarak jauh, masyarakat mau tidak mau harus bermigrasi ke dunia digital.
Contoh yang paling terlihat, sekolah dan bekerja selama hampir dua tahun belakangan harus dilakukan dari rumah dengan menggunakan internet. Dari contoh sederhana ini, hal yang paling sering dirasakan adalah berbeda wilayah, akan berbeda juga konektivitas digital yang dirasakan masyarakat.
Konektivitas digital juga dipandang sebagai peluang untuk pemulihan pada masa pandemi virus corona.
Maka itu, keberadaan infrastruktur telekomunikasi yang memadai menjadi semakin penting agar masyarakat bisa terhubung ke jaringan internet.
"Dengan kehadiran serba virtual, infrastruktur menjadi tulang punggung," kata Mira.
DEWG, bagian dari Sherpa Track forum G20, akan menyoroti bagaimana mengatasi tantangan pada infrastruktur telekomunikasi, baik secara nyata maupun maya. Misalnya, ketahanan infrastruktur terhadap serangan siber dan mitigasi terhadap bencana alam.
Dari segi bisnis, kehadiran internet juga menimbulkan disrupsi terhadap model bisnis yang konvensional. Menurut Mira, perlu ada medan yang setara (fair level of playing field) untuk perusahaan konvensional dan yang berbasis digital.
Isu konektivitas menjadi salah satu dari tiga isu prioritas yang diusung Digital Economy Working Group G20. Dua isu lain yang akan dibahas selama forum ini berupa literasi dan kecakapan digital serta arus data lintas batas negara yang terpercaya.
Selain menjadi tuan rumah, Indonesia dipercaya menjadi Ketua DEWG pada Presidensi G20 tahun ini. Acara DEWG, yang merupakan peningkatan dari Digital Economy Task Force, akan diadakan dalam tiga pertemuan, berlangsung mulai Maret hingga Agustus.
Baca juga: Kominfo dorong sinergitas media agar G20 teramplifikasi maksimal
Kebutuhan internet Indonesia
Penggunaan internet di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2018 menunjukkan pengguna internet di Tanah Air berjumlah 171,17 juta jiwa atau 64,8 persen dari total jumlah penduduk.
Tahun berikutnya, jumlah pengguna internet Indonesia mencapai 196,71 juta orang dari total jumlah penduduk 266,91 juta jiwa. Penetrasi internet juga ikut naik, menjadi 73,7 persen.
Sementara itu, survei dari We Are Social pada 2021 menunjukkan jumlah pengguna internet mencapai 202,6 juta orang, dengan total jumlah penduduk 274,9 juta jiwa.
Data Google untuk Indonesia mencatat ada 21 juta pengguna baru internet pada semester awal 2021, sebagian besar berasal dari area non-perkotaan.
Kenaikan penggunaan internet juga dirasakan APJII melalui pertambahan penyelenggara jasa internet selama hampir dua tahun pandemi, yaitu sekitar 200 perusahaan.
Rata-rata orang Indonesia menggunakan internet sebesar 14,4GB per bulan, menurut data OpenSignal untuk periode Januari-Maret 2021.
Pandemi membuktikan konsumsi internet masyarakat terus naik. Data dari perusahaan yang sama untuk Januari-Maret 2020, konsumsi internet rata-rata orang Indonesia 11,8GB per bulan. Sementara pada 2019, jumlahnya hanya 8,5GB.
Peluang memanfaatkan konektivitas sebagai salah satu cara untuk pulih dari pandemi juga bisa dilihat dari pertumbuhan sektor digital, yang tumbuh 8,72 persen (kuartal I), 6,87 persen (kuartal II) dan 5,51 persen (kuartal II) secara year-on-year pada 2021.
Sektor digital merupakan penyedia bagi sektor lainnya, termasuk kesehatan, pendidikan sampai keuangan.
Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, menjawab tantangan konektivitas digital dengan terus membangun dan meratakan pembangunan infrastruktur di Tanah Air.
Setelah selesai membangun tiga paket Palapa Ring pada 2019, pemerintah merencanakan Palapa Ring Integrasi mulai tahun ini, untuk menghubungkan ketiga jaringan paket Palapa Ring Barat, Tengah dan Timur.
Selain untuk keandalan, Palapa Ring Integrasi bertujuan untuk menghubungkan jaringan komunikasi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah juga berupa menara base transceiver station (BTS) 4G di sejumlah wilayah yang belum terjangkau jaringan tersebut. Dari 83.218 desa dan kelurahan di Indonesia, masih ada 12.548 yang belum terjangkau sinyal 4G.
Bersama operator seluler, pembangunan titik yang belum terjangkau 4G ini ditargetkan bisa selesai pada 2022.
Kominfo juga menemukan ada sekitar 150.000 titik layanan publik yang belum memiliki internet yang memadai. Masalah ini akan diatasi dengan satelit multifungsi SATRIA-1, yang ditargetkan mengorbit pada 2023.
Baca juga: PLN dukung KTT G20 di Bali dengan sediakan SPKLU ultra fast 44 unit
Baca juga: Ridwan Kamil: Jabar harus jadi tuan rumah G20 yang baik
Baca juga: Bappenas: RI komitmen tingkatkan kolaborasi G20 atasi dampak pandemi
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022