Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut banyak kontraktor yang memenangkan proyek di Pemkot Banjar usai memberikan sejumlah uang untuk tersangka mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno (HS).
KPK pada Kamis (24/2) memeriksa lima saksi untuk tersangka Herman dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas PUPR Kota Banjar, Jawa Barat Tahun 2012-2017.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan banyaknya pihak swasta yang sekaligus kontraktor yang memenangkan proyek di Pemkot Banjar memberikan sejumlah uang sebagai 'fee' bagi tersangka HS," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Lima saksi itu, yakni Guntur Rachmadi selaku wirausaha/Direktur Operasional PT Pribadi Manunggal, Citra Reynantra selaku PNS dan Direktur PT Prima Mulya, Kepala Dinas Keuangan tahun 2010-2011 Fenny Fahrudin, Kadis PU Kota Banjar tahun 2010-2013 Ojat Sudrajat, dan Kepala Dinas PUPR Kota Banjar tahun 2013-2020 Edy Jatmiko.
Pemeriksaan lima saksi itu dilakukan di Gedung Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Barat.
KPK telah menetapkan Herman bersama Rahmat Wardi (RW) dari pihak swasta selaku Direktur CV Prima sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Kota Banjar, Jawa Barat Tahun 2008-2013 dan kasus dugaan penerimaan gratifikasi.
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut Rahmat sebagai salah satu pengusaha jasa konstruksi di Kota Banjar yang diduga memiliki kedekatan dengan Herman selaku Wali Kota Banjar periode 2008-2013.
Baca juga: KPK dalami aliran dana untuk Rahmat Effendi dari SKPD Pemkot Bekasi
Sebagai wujud kedekatan tersebut, KPK menduga ada peran aktif dari Herman dengan memberikan kemudahan bagi Rahmat untuk mendapatkan izin usaha, jaminan lelang, dan rekomendasi pinjaman bank, sehingga Rahmat bisa mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar.
Dalam kurun waktu 2012 hingga 2014, Rahmat dan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar, dengan total nilai proyek sebesar Rp23,7 miliar.
Sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman tersebut, Rahmat memberikan "fee" proyek antara 5 hingga 8 persen dari total nilai proyek untuk Herman.
Pada Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat meminjam uang ke salah satu bank di Kota Banjar, dengan nilai yang disetujui sekitar Rp4,3 miliar. Uang pinjaman bank tersebut digunakan untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya, sedangkan untuk cicilan pelunasan tetap menjadi kewajiban Rahmat.
Selanjutnya, Rahmat juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas pada Herman dan keluarganya, antara lain tanah dan bangunan untuk pendirian Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kota Banjar. Selain itu, Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional rumah sakit swasta yang didirikan Herman.
KPK juga menyebutkan selama masa kepemimpinan Herman sebagai Wali Kota Banjar periode 2008-2013, diduga Herman banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya terkait pengerjaan proyek di Pemkot Banjar.
Saat ini, tim penyidik KPK masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi tersebut.
Baca juga: KPK dalami kesepakatan uang ke Bupati Langkat soal pemenangan proyek
Baca juga: Jawa Tengah jadi percontohan penyelamatan aset milik negara
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022