Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebut Jawa Tengah termasuk dalam daerah dengan kasus tengkes atau "stunting" yang masuk dalam kategori prevalensi tinggi di Indonesia.Hanya satu daerah di Jawa Tengah yang angka prevalensi stuntingnya di bawah 10 persen, yakni Kabupaten Grobogan
"Jawa Tengah menjadi 1 dari 12 provinsi di Indonesia dengan prevalensi 'stunting' tertinggi yang menjadi prioritas dalam upaya penurunan," katanya saat pembukaan sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia tingkat Jawa Tengah di Semarang, Selasa.
Di Jawa Tengah, kata dia, saat ini masih terdapat 19 kabupaten/ kota dengan tingkat prevalensi kasus tengkes antara 20 hingga 30 persen.
Adapun daerah dengan angka prevalensi antara 10 hingga 20 persen mencapai 15 kabupaten/ kota.
Menurut Hasto, hanya satu daerah di Jawa Tengah yang angka prevalensi stuntingnya di bawah 10 persen, yakni Kabupaten Grobogan.
Ia menjelaskan pemerintah menargetkan penurunan angka kasus tengkes sebesar 14 persen di 2024.
"Dengan demikian, rata-rata per tahun harus ada penurunan sekitar 3,4 persen," katanya.
Menurut dia, rencana aksi nasional untuk menurunkan angka tengkes telah disiapkan.
Ia menyebut BKKNN telah menyiapkan data tentang penduduk yang menjadi sasaran dalam upaya mencegah munculnya kasus tengkes.
"Data itu tinggal minta ke kami, berapa targetnya, siapa saja?" katanya.
Untuk Jawa Tengah, ia optimistis target nasional tersebut akan dapat tercapai.
Ia menuturkan di Jawa Tengah tidak ada daerah dengan angka prevalensi lebih dari 30 persen serta kesenjangan antardaerahnya relatif rendah.
"Rencana aksi nasional ini merupakan upaya untuk menghadang di hulu agar tidak terjadi kasus stunting baru," kata Hasto Wardoyo.
Sementara Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan anggaran untuk penanganan tengkes di Ibu Kota Jawa Tengah ini mencapai Rp6,7 miliar.
Alokasi anggaran sebesar itu, kata dia, antara lain diperuntukkan bagi pemberian asupan gizi bagi 1.367 balita.
"Tahun depan diharapkan angkanya bisa turun," demikian Hendrar Prihadi.
Baca juga: Wapres harap prevalensi "stunting" di Indonesia nol persen pada 2030
Baca juga: BKKBN: Rokok jadi faktor Indonesia duduki posisi 108 kekerdilan dunia
Baca juga: Stunting dan TBC prioritas penanganan Kemenkes di Jateng
Baca juga: Kades se-Jateng didorong gunakan dana desa untuk atasi "stunting"
Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022