• Beranda
  • Berita
  • Aktivis ingatkan perbankan ikut berperan atasi krisis iklim

Aktivis ingatkan perbankan ikut berperan atasi krisis iklim

2 Maret 2022 07:51 WIB
Aktivis ingatkan perbankan ikut berperan atasi krisis iklim
Tangkapan layar - Indonesia Digital Campaigner 350.org Jeri Asmoro (kiri) dalam konferensi pers virtual yang diikuti di Jakarta, Selasa (1/3/2022). ANTARA/HO-350.org

Perbankan punya peran besar di sini

Aktivis lingkungan mengingatkan perbankan di Indonesia untuk ikut berperan mengatasi krisis iklim dengan mengalihkan pendanaan dari proyek energi fosil ke energi ramah lingkungan.

Indonesia Digital Campaigner 350.org Jeri Asmoro dalam konferensi pers virtual yang diikuti di Jakarta, Selasa (1/3), mengatakan semua pihak punya peran besar untuk menghentikan krisis iklim, termasuk sektor perbankan.

“Perbankan punya peran besar di sini, sebagian perbankan masih menjadi pihak yang menyebabkan berbagai bencana iklim terus terjadi ketika masih mendanai proyek energi fosil,” ujar dia.

Baca juga: Aktivis lingkungan UNM libatkan masyarakat pesisir tanam pohon

Ilmuwan yang tergabung dalam Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC), Jeri mengatakan telah menegaskan harus segera bertindak untuk dapat meredam dampak krisis iklim agar tidak semakin memburuk keadaan. Krisis iklim telah membahayakan kehidupan Bumi dan seluruh penghuninya.

Menurut Koordinator Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat Pius Ginting, pinjaman bank dalam negeri terhadap industri batu bara masih lebih tinggi, yaitu sebanyak Rp89 triliun dalam periode 2018-2020 dibanding pinjaman ke energi terbarukan sebanyak Rp21,5 triliun.

"Pinjaman terhadap industri batu bara memang harus dihentikan dari sekarang," ujar dia.

Baca juga: Aktivis lingkungan desak penegakan hukum perambahan Rawa Singkil

Dalam Laporan Penilaian Keenam (AR6) Kelompok Kerja II IPCC terkait dampak, adaptasi dan kerentanan iklim disebutkan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia menyebabkan gangguan yang berbahaya dan meluas di alam dan mempengaruhi kehidupan miliaran orang di seluruh Bumi. Meskipun ada upaya untuk mengurangi risikonya.

Orang-orang dan ekosistem yang paling tidak mampu mengatasinya adalah yang paling terpukul.

Sejauh ini, kemajuan dalam adaptasi tidak merata dan ada kesenjangan yang semakin besar antara tindakan yang diambil dan apa yang diperlukan untuk menghadapi peningkatan risiko, menurut laporan baru tersebut. Kesenjangan itu adalah yang terbesar di antara populasi berpenghasilan rendah.

Baca juga: Aktivis Lingkungan: Mayoritas anak muda pernah mengalami 'eco anxiety'

Baca juga: Aktivis: Pemerintah perlu buat kurikulum tentang krisis iklim

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022