"3T dan vaksinasi harus seiring," kata Defriman saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Defriman mengatakan 3T dan vaksinasi bertujuan untuk meminimalkan risiko dalam upaya pengendalian dan pencegahan penyebaran COVID-19 di tengah masyarakat. Dua program itu harus dilakukan beriringan.
Ketika ada yang positif COVID-19, pelacakan kontak dan pengujian harus dilakukan dengan cepat untuk menemukan kemungkinan penularan yang menyebar, sehingga bisa langsung dilakukan isolasi terhadap orang yang tertular COVID-19 untuk menghentikan penyebaran COVID-19 di tengah masyarakat.
Bagi mereka yang menderita COVID-19, harus segera mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan untuk segera sembuh dari COVID-19.
COVID-19 akan menimbulkan gejala yang lebih berat bagi mereka yang lanjut usia, tidak divaksinasi dan yang memiliki komorbid, dibandingkan mereka yang tidak memiliki komorbid dan sehat.
Defriman menuturkan tidak ada satu orang pun yang kebal abadi terhadap COVID-19 usai divaksin, namun setidaknya kekebalan tubuh yang dibangun usai vaksinasi dapat mengurangi gejala pada penderita COVID-19 agar tidak sampai jatuh pada gejala berat dan kritis.
Oleh karenanya, ia mengatakan 3T dan vaksinasi masih tetap penting dilakukan secara beriringan dan harus dipertahankan sebagai proses adaptasi pada saat pandemi.
Baca juga: Epidemiolog: Dua tahun pandemi, persepsi risiko publik belum maksimal
Baca juga: Epidemiolog: Infodemik masih jadi tantangan usai dua tahun pandemi
Baca juga: IDI: Dua tahun pandemi, sistem pendataan COVID-19 RI perlu diperbaiki
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022