KPPPA: Sinergi multipihak jadi kekuatan wujudkan kesetaraan gender
KPPPA: Sinergi multipihak jadi kekuatan wujudkan kesetaraan gender
4 Maret 2022 21:51 WIB
Tangkapan layar materi Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kemen PPPA, Ratna Susianawati dalam webinar dalam webinar bertema "Tren Ketimpangan Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender, dan Ekologis" yang diikuti di Jakarta, Jumat (4/3/2022). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyampaikan bahwa sinergi multipihak atau pentahelix menjadi kekuatan untuk mewujudkan kesetaraan gender.
"Artinya, kesetaraan gender itu memastikan pembagian peran, tugas, dan fungsi supaya sama-sama, perempuan dan laki-laki menjadi partnership. Persoalan ini tidak hanya bisa dikerjakan oleh satu institusi," ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kemen PPPA, Ratna Susianawati dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Jumat.
Ia menambahkan kesetaraan gender tidak selalu tentang perempuan, melainkan tentang peran, fungsi, kedudukan, hingga pembagian kerja yang setara antara laki-laki dan perempuan.
"Berbicara tentang kesetaraan gender memang masih tidak bisa lepas dari kesenjangan. Perempuan harus diberikan ruang dalam segmen tertentu untuk proses pengambilan keputusan yang akhirnya bisa dirasakan secara adil dan setara oleh semua unsur masyarakat," tuturnya.
Menurutnya, terdapat beberapa penyebab terjadinya kesenjangan gender, yakni nilai sosial dan budaya patriarki, produk dan peraturan yang masih bias gender, pemahaman ajaran agama yang tidak komprehensif dan cenderung parsial.
Selain itu, kurang percaya diri, tekad, dan inkonsistensi kelompok perempuan dalam memperjuangkan nasibnya, serta kekeliruan persepsi dan pemahaman para pengambil keputusan di tokoh masyarakat, tokoh agama terhadap arti dan makna kesetaraan dan keadilan gender.
Dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender, kata Ratna, komitmen pemerintah tidak diragukan lagi. Hal itu terlihat mulai dari konstitusi Undang-Undang Dasar yang memberikan perlindungan jaminan, memberikan pemenuhan hak, yang juga dituangkan dalam undang-undang teknis dan juga peraturan-peraturan perundang-undangan yang lainnya.
"Kalau bicara tentang isu perempuan ini tidak akan bisa lepas dari komitmen Indonesia meratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984, ini menjadi ruang yang harus menjadi tanggung jawab bersama," katanya.