• Beranda
  • Berita
  • PEKKA: Tanggung jawab perempuan lebih dalam keluarga kurangi kualitas

PEKKA: Tanggung jawab perempuan lebih dalam keluarga kurangi kualitas

4 Maret 2022 20:39 WIB
PEKKA: Tanggung jawab perempuan lebih dalam keluarga kurangi kualitas
Tangkapan layar materi Ketua PEKKA Nani Zulminarni dalam webinar bertema "Tren Ketimpangan Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender, dan Ekologis" di Jakarta, Jumat (4/3/2022). (FOTO ANTARA/ Zubi Mahrofi)

Perempuan memiliki tanggung jawab lebih dalam hal domestik dan tidak berbayar seperti mengurus rumah dan anak. Hal ini mengurangi kualitas hidup perempuan dan memberikan beban ganda bagi perempuan

Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) menilai bahwa tanggung jawab perempuan yang lebih dalam arena keluarga menjadi salah satu faktor yang mengurangi kualitas hidup perempuan.
 
"Perempuan memiliki tanggung jawab lebih dalam hal domestik dan tidak berbayar seperti mengurus rumah dan anak. Hal ini mengurangi kualitas hidup perempuan dan memberikan beban ganda bagi perempuan," kata Ketua PEKKA Nani Zulminarni dalam webinar "Tren Ketimpangan Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender, dan Ekologis" di Jakarta, Jumat.
 
Menurutnya akar dari bentuk ketimpangan gender adalah ideologi patriarki khususnya di arena keluarga.
 
"Untuk itu, saya mendukung disahkan RUU TPKS meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diperbaiki," tutur Nani dalam webinar bertema "Tren Ketimpangan Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender, dan Ekologis".
 
Ia mengatakan dengan disahkannya Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) itu maka Indonesia memiliki instrumen untuk diturunkan sebagai proses pendidikan dan perubahan nilai di masyarakat.
 
Dalam kesempatan sama, Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor menyatakan bahwa ketimpangan gender dipicu juga oleh ancaman perilaku kekerasan kepada perempuan.
 
"Tren kekerasan seksual dari tahun 2008-2019 selalu naik setiap tahunnya, dan terjadi di dalam berbagai ranah misalnya ranah personal, ranah komunitas dan ranah publik," katanya.
 
Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan (KPPPA) Ratna Susianawati menyampaikan, berdasarkan data Simfoni PPA 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah 10.368 korban.
 
"Sehingga, berdasarkan faktor urgensi dan kemendesakan harapannya RUU TPKS dapat menjadi payung hukum hulu hilir dari permasalahan kekerasan," katanya.

Baca juga: Menteri PPPA: Kualitas perempuan harus ditingkatkan agar berdaya

Baca juga: Prof Ngadino: Kualitas perempuan Indonesia meningkat

Baca juga: KPPPA: Kesejahteraan & kualitas hidup perempuan belum setara laki-laki


 
 
 
 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022