Pencantuman label pangan pada kemasan produk menjadi salah satu strategi yang paling efektif untuk menangani penyakit tidak menular (PTM), ungkap Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan POM, Anisyah, S.Si, Apt., MP.Nah ini seringkali agak sedikit diabaikan pelaku usaha
"Label menjadi salah satu strategi yang paling efektif untuk penanganan penyakit tidak menular (PTM), yang salah satu faktornya konsumsi makanan tidak sehat," kata dia dalam webinar bertajuk "BeatObesity 2022 – Anak Muda Lawan Obesitas", Senin.
Label pangan merupakan setiap keterangan mengenai pangan yang dihasilkan oleh produsen pangan bisa berbentuk gambar, tulisan, kombinasi gambar dan tulisan atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, bisa ditempelkan pada kemasan atau menjadi bagian dari kemasan.
Baca juga: Kemenko PMK: Penyakit tidak menular sebabkan kematian terbanyak
Ada ketentuan yang perlu diketahui terkait pelabelan ini antara lain harus menggunakan bahasa Indonesia, jika menggunakan istilah asing bisa digunakan sepanjang telah terbitnya bahasa Indonesia-nya serta keterangan yang berbentuk tulisan wajib dicantumkan secara jelas, mudah dibaca dan proporsional dengan luas permukaan label.
"Nah ini seringkali agak sedikit diabaikan pelaku usaha. Kadang informasi kecil sekali, padahal aturan pelabelan sudah clear ukuran huruf dan sebagainya, terutama informasi nilai gizi harusnya menjadi perhatian untuk mencantumkan informasi yang jelas supaya mudah dibaca konsumen," tutur Anisyah.
Label pangan pada kemasan produk juga perlu memuat sejumlah hal yakni nama produk, berat bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau yang mengimpor, keterangan halal, keterangan kedaluwarsa dan nomor izin edar. Semua hal ini harus tercantum di bagian utama.
Informasi lainnya semisal komposisi produk, tanggal dan kode produksi, asal usul bahan tertentu termasuk informasi nilai gizi bisa ditempatkan pada bagian lain kemasan seperti sisi belakang.
Baca juga: IDAI: Diabetes adalah induk penyakit tidak menular
"Pada bagian lain bisa memuat daftar bahan, informasi alergen, cara penyimpanan dan 2D barcode untuk mendeteksi produk terdaftar di Badan POM atau tidak," kata Anisyah.
Khusus zat gizi yang dicantumkan dalam label, umumnya dikelompokkan ke dalam kotak berbeda, yakni zat yang kalau dikonsumsi berlebihan bisa berisiko PTM seperti gula, garam dan lemak (GGL), serta karbohidrat total.
Untuk memudahkan konsumen mengetahui informasi ini, maka Badan POM sudah memfasilitasi agar produsen mencantumkannya di bagian utama. Di sisi lain, kini tersedia logo Pilihan Lebih Sehat yang juga dapat memudahkan konsumen mencermati produk lebih sehat.
"Jadi yang di highlight itu GGL-nya, gulanya berapa, garamnya berapa dan lemaknya berapa. Mulai sekarang aware dengan yang ada di kotak-kotak kecil di label. Lalu, Pilihan Lebih Sehat itu juga memudahkan karena hanya berupa logo, seperti halal tanpa harus rumit membaca," ujar Anisyah.
Baca juga: Kiat kurangi asupan gula, garam dan lemak menurut pakar gizi
Pola makan tak sehat termasuk konsumsi berlebihan GGL diketahui menjadi salah satu faktor risiko PTM. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2018 menyebutkan, pada tingkat global PTM menyebabkan 71 persen penyebab kematian di dunia. Kematian akibat PTM seperti kanker, penyakit jantung dan diabetes diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, dimana peningkatan terbesar yakni 80 persen akan terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah.
Selain pola makan, faktor risiko PTM yang wujudnya bisa berupa kanker, stroke, penyakit ginjal kronik, diabetes, penyakit jantung dan hipertensi juga mencakup kurangnya beraktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol dan polusi udara.
Baca juga: Dokter ingatkan kurangi asupan tidak sehat saat pandemi
Baca juga: Tiga cara periksa risiko kena penyakit tidak menular
Baca juga: Guru Besar : pola makan tepat cegah prevalensi penyakit tidak menular
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022