Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah meluncurkan program Merdeka Belajar pada 2020 menjadi gong "kebebasan" bagi lembaga pendidikan dan guru untuk berinovasi dalam membangun sektor pendidikan dengan konteks lokal.Penggunaan bahasa ibu dapat membuat anak-anak lebih berkonsentrasi memahami pembelajaran secara utuh
Program Merdeka Belajar menjadi angin segar bagi lembaga pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam mendidik anak-anak kelas awal yang kesulitan berbahasa Indonesia karena selalu menggunakan bahasa daerah dalam berbagai aktivitas.
Sesuai data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT terdapat 1,3 juta anak yang belum bersekolah karena berbagai terkendala, salah satunya penggunaan bahasa pembelajaran di sekolah.
Kondisi yang memilukan itu sangat terasa pada anak-anak NTT yang berada jauh di pedalaman yang selalu menggunakan bahasa ibu dalam keseharian, sehingga menyulitkan mereka saat masuk sekolah untuk beradaptasi menggunakan bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa ibu, baik lisan maupun tulisan, dalam proses pembelajaran Sekolah Dasar (SD) kelas awal sangat penting sebagai fondasi literasi dan penanaman konsep secara dini bagi anak didik.
Penggunaan bahasa ibu pada kelas awal ternyata dirasakan manfaatnya oleh Pemerintah Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores yang menerapkan penggunaan bahasa ibu pada 10 SD di Kecamatan Boawae, guna meningkatkan kualitas pendidikan anak yang kesulitan menggunakan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran.
"Ada 10 sekolah yang menjadi model penerapan penggunaan bahasa ibu dalam kegiatan pembelajaran di sekolah yang telah dilakukan di Kabupaten Nagekeo," kata Bupati Nagekeo dr. Johanes Don Bosco Do dalam kegiatan temu Inovasi 2 yang dilakukan secara daring, Selasa (8/3).
Kegiatan temu Inovasi 2 membahas "Aktualisasi merdeka belajar pemanfaatan bahasa ibu dalam pembelajaran bagi siswa penutur bahasa tunggal" dalam memperingati Hari Ibu Internasional 2022 diikuti lebih dari 300 peserta terdiri atas para guru, praktisi pendidikan, perwakilan LSM, perwakilan Dinas Pendidikan, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Baca juga: Kemampuan berbahasa daerah jadi penilaian utama Anugerah Sastera Rancage
Bupati Johanes Don Bosco Do menjelaskan sektor pendidikan menjadi perhatiannya karena dengan penggunaan bahasa ibu partisipasi siswa mengikuti sekolah semakin meningkat di daerah yang memiliki 158 PAUD, 180 SD, dan 62 SMP itu.
Sejak 2021 Pemerintah Kabupaten Nagekeo mulai menerapkan pemakaian bahasa ibu pada 10 sekolah di Kecamatan Boawae guna memutus rantai anak putus sekolah. Bahkan pada 2022 bertambah 20 sekolah karena manfaat penggunaan bahasa ibu sangat dirasakan sehingga menjadi 30 sekolah yang menggunakan bahasa ibu pada kelas awal.
Bukan mudah
Penerapan bahasa ibu pada lembaga pendidikan dasar di Nagekeo bukan hal yang mudah, diawali dengan melakukan identifikasi sekolah yang layak penerapan bahasa ibu, pelatihan para guru tentang konsep pembelajaran dan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), serta pembuatan dan penggunaan media pembelajaran dilakukan demi masa depan anak-anak Nagekeo untuk berselancar mengenal dunia pendidikan.
Pengawas sekolah di Kabupaten Nagekeo, Petrus Buku, mengatakan setelah dilakukan survei ditemukan 10 sekolah di Kecamatan Boawae layak dijadikan sekolah percontohan pembelajaran menggunakan bahasa ibu bagi siswa kelas awal.
"Dalam penerapan penggunaan bahasa ibu dilakukan bermain dan menyanyi menggunakan bahasa ibu yang dapat menggugah anak untuk belajar. Anak-anak juga diberikan buku-buku yang berisi huruf-huruf yang mudah diingat siswa," tegasnya.
Petrus Buku menegaskan apabila dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang bukan berbasis bahasa ibu, kecakapan siswa yang menerapkan bahasa ibu dalam pembelajaran menjadi lebih cepat membaca dengan lancar.
Program penggunaan bahasa ibu pada kelas awal akan diperluas ke sekolah lain di Kabupaten Nagekeo guna memutus rantai ketidakmampuan siswa kelas awal dalam membaca dan menulis secara baik.
Manfaat penggunaan bahasa ibu bagi siswa kelas awal juga diakui Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo dalam webinar yang ikut hadir dalam Temu Inovasi NTT #2 Pemanfaatan Bahasa Ibu dalam Pembelajaran Bagi Siswa Penutur Bahasa Tunggal, Selasa (8/3), mengakui banyak siswa terutama pada daerah 3T, terdepan, terpencil, dan tertinggal, kesulitan dalam pembelajaran saat proses belajar mengajar di sekolah dengan menggunakan bahasa pembelajaran yaitu bahasa Indonesia.
Ada tiga manfaat penggunaan bahasa ibu dalam proses pembelajaran bagi siswa di sekolah yaitu manfaat linguistik, pedagogik, dan psikologis.
Baca juga: Disdik Papua minta bahasa ibu dipertahankan melalui rumah baca
Penggunaan bahasa ibu dalam pembelajaran membantu penguasaan tata bahasa bagi siswa sehingga capaian secara akademik pembelajaran menjadi meningkat.
Menurut Andindito, penggunaan bahasa ibu pada fase awal jenjang SD juga menjadi jembatan peralihan untuk mempelajari bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan, sehingga anak-anak menguasai kedua bahasa itu dengan sama baiknya.
Metode pembelajaran bagi para siswa/siswi bisa dimulai dari mengasah keterampilan lisan dari bahasa ibu terlebih dahulu.
"Mulai dari aktivitas yang menyenangkan seperti observasi, mendengarkan, menyimak, bernyanyi, bermain drama, mengurutkan peristiwa, serta menuturkan kembali cerita yang anak-anak dengarkan dari guru," katanya.
Ia menyarankan penggunaan bahasa ibu juga untuk menumbuhkan kesadaran fonetik, seperti menghubungkan bunyi bahasa dengan simbol huruf.
Penumbuhan kesadaran itu sebaiknya ditujukan bagi anak-anak yang belum menguasai bahasa Indonesia secara baik.
Apabila anak-anak dipaksa mengembangkan kesadaran fonetik dalam bahasa Indonesia, mereka diibaratkan harus belajar membaca dalam bahasa asing atau bahasa yang belum mereka kenal.
Pentingnya penggunaan bahasa ibu dalam proses pembelajaran kelas awal juga diakui Direktur Seameo Qitep In Language (SEAQIL) Luh Anik Mayani.
Menurutnya, UNESCO mengusulkan penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, baik secara bilingual maupun multilingual, pada masa awal sekolah.
Alasan UNESCO mengusulkan hal ini pertama penggunaan bahasa ibu untuk pembelajaran, kedua meningkatkan akses anak-anak khususnya perempuan ke dunia pendidikan, dan ketiga penggunaan bahasa ibu akan meningkatkan literasi anak, baik dalam bahasa ibu maupun bahasa kedua.
Penggunaan bahasa ibu dapat membuat anak-anak lebih berkonsentrasi memahami pembelajaran secara utuh sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Berdasarkan hasil survei analisis kebutuhan yang dilaksanakan oleh SEAQIL di Kabupaten Bandung dan Garut, Jawa Barat serta Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul pada 2013 dengan hasil yang diperoleh 61 persen guru di Yogyakarta menyatakan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar membuat siswa sulit memahami materi karena siswa mengalami kesulitan dalam bahasa.
Baca juga: Butuh intervensi, Sumsel alami penurunan vitalitas bahasa asli daerah
Penggunaan bahasa ibu pada kelas awal sebagai bahasa pengantar di kelas awal sangat membantu siswa dalam memahami proses pembelajaran yang berlangsung.
Hal tersebut, katanya, juga mirip dengan data di Jawa Barat yaitu 80 persen guru berpendapat siswa lebih mudah memahami yang disampaikan melalui bahasa daerah alasannya pun kurang lebih sama, yakni penguasaan kosa kata bahasa Indonesia yang terbatas.
Upaya tidak henti terus dilakukan lembaga Inovasi Untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) kemitraan Indonesia-Australia membangun sektor pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Program pendidikan berbasis bahasa ibu pada kelas awal gencar dilakukan di sejumlah kabupaten di provinsi berbasis kepulauan ini, seperti di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Tengah, Nagekeo dan Sumba Timur, serta Sumba Barat Daya yang hasilnya mulai terlihat dengan semakin meningkat partisipasi siswa mengikuti pembelajaran di sekolah.
Baca juga: Kantor Bahasa Sultra dorong pelestarian bahasa daerah agar tak punah
Baca juga: Peneliti: Bahasa asli daerah di Maluku terancam punah
Baca juga: Rejang Lebong-Enggano, dua bahasa daerah di Bengkulu terancam punah
Pewarta: Benediktus Sridin Sulu Jahang
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022