PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA melibatkan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi untuk memproduksi bus listrik Merah Putih yang akan digunakan dalam pertemuan G20 di Bali pada November 2022.Mereka magang di sini itu mulai nol pembuatan bus listrik sampai jalan, uji coba, sampai memiliki sertifikat
Direktur INKA Budi Noviantoro mengatakan mahasiswa yang dilibatkan tersebut merupakan mahasiswa lolos seleksi Kemendikbudristek di Jakarta dalam program magang Kampus Merdeka. Terdapat 100 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta yang terpilih.
"Mereka magang di sini itu mulai nol pembuatan bus listrik sampai jalan, uji coba, sampai memiliki sertifikat. Kita kan sekarang baru punya satu, kita buat lagi 19 unit bus listrik untuk mendukung KTT G20," ujarnya usai melakukan penerimaan mahasiswa magang program Kampus Merdeka di Gedung INKA Training Center (ITC), Desa Kuwiran, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jatim, Jumat.
Menurut dia, keterlibatan para mahasiswa tersebut merupakan tindak lanjut dari kerja sama INKA dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengenai pengembangan kendaraan listrik di lingkungan pendidikan tinggi.
INKA mendapat proyek dari pemerintah untuk membuat bus listrik Merah Putih guna mendukung KTT G20 di Bali. Dari 19 unit bus listrik yang dipesan tersebut, sembilan unit di antaranya akan dikerjakan mahasiswa magang Kampus Merdeka dengan sistem pendanaan 50:50.
Budi mengatakan, kolaborasi pembuatan bus listrik antara INKA dan dunia pendidikan baru kali pertama ini dilakukan. Selama proses magang, para mahasiswa dari 19 perguruan tinggi dan swasta itu turut dilibatkan dalam pembuatan desain hingga memproduksi bus listrik Merah Putih.
Nantinya, bus listrik yang akan dibuat berukuran panjang delapan meter (bus medium), sama seperti E-Inobus yang telah dibuat INKA sebelumnya. Hanya saja, terdapat sedikit revisi pada desainnya.
Ketua Tim Akselerasi Bus Listrik Merah Putih Nur Yuniarto mengatakan yang membedakan bus listrik buatan mahasiswa dan INKA adalah dari sisi warna. Warga merah dan putih dipilih karena di dalamnya terdapat muatan riset yang dilakukan oleh perguruan tinggi.
Adapun, perbedaan paling utama salah satunya dari sisi motor penggerak menggunakan listrik yang 100 persen hasil desain perguruan tinggi kolaborasi dengan INKA. Termasuk sistem yang nantinya digunakan juga 100 persen hasil riset. Dengan demikian tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) akan jauh lebih tinggi dari pada bus yang diimpor dari luar.
Nur yang juga dosen ITS Surabaya tersebut menegaskan, yang perlu diubah adalah budaya industri. Sebab, selama ini masyarakat memahami budaya industri hanya melakukan proses manufaktur atau perakitan. Padahal, pondasinya adalah riset.
"Makanya, ada muatan kemandirian teknologi dalam program ini. Jadi itu betul-betul hasil karya atau pemikiran dari tim peneliti, yakni tim peneliti dari INKA sekaligus dibantu mahasiswa magang. Kalau risetnya kuat, nanti akan menghasilkan produk yang baik. Bukan hanya kita comot produk dari luar, kita akui sebagai produk kita," katanya.
Sesuai rencana, program magang kampus merdeka akan dilaksanakan selama setahun. Program itu terbagi dalam dua tahap, masing-masing tahap diikuti 50 mahasiswa. Selama magang di INKA, para mahasiswa akan dibimbing oleh dosen-dosen dari sejumlah perguruan tinggi, seperti UGM, ITS, Unair, dan ISI Denpasar.
Baca juga: PT INKA gandeng Indosat wujudkan transportasi cerdas sambut G20
Baca juga: Presidensi G20 momentum Indonesia mempromosikan kendaraan listrik
Baca juga: Pengamat: Penggunaan kendaraan listrik di G20 dorong energi alternatif
Pewarta: Louis Rika Stevani
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022