"Indonesia relatif dapat menahan gejolak tersebut sejauh ini," tegas Sri Mulyani dalam Webinar Fitch on Indonesia 2022 di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan ketahanan pasar keuangan domestik tersebut terjadi di tengah volatilitas pasar keuangan global yang meningkat karena ekonomi kedua negara sangat terpukul akibat perang.
IHSG domestik tercatat tumbuh 0,5 persen selama invasi Rusia, yakni pada 25 Februari sampai 11 Maret 2022, sehingga secara keseluruhan meningkat 5,2 persen sejak 1 Januari sampai 11 Maret 2022.
Penguatan tersebut cukup tinggi jika dibandingkan negara lain yang cenderung terkontraksi antara lain seperti Filipina, Singapura, Vietnam, Jepang, Tiongkok, Amerika Serikat, Inggris, Thailand, Korea Selatan, dan Jerman.
Hal tersebut, kata dia, juga terlihat dari nilai tukar rupiah yang meningkat 0,4 persen pada 25 Februari sampai 11 Maret 2022, meski secara keseluruhan tahun atau sejak 1 Januari sampai 11 Maret 2022 sedikit terkontraksi 0,2 persen.
Namun, depresiasi mata uang Garuda sejak awal tahun cukup rendah jika dibandingkan dengan Thailand, Singapura, Jepang, India, Argentina, Filipina, bahkan Eropa.
"Ini menunjukkan bahwa dalam konteks perekonomian Indonesia, baik jika dilihat dari neraca pembayaran maupun komposisi ekonomi, saya kira kita relatif tangguh dari negara-negara tersebut," ungkap Sri Mulyani.
Meski begitu, ia menegaskan tak berarti pemerintah Indonesia akan meremehkan dampak jangka panjang dari konflik kedua negara, yang kemungkinan akan sangat kompleks nantinya.
Baca juga: Menkeu: Tak ada negara di dunia bisa makmur dan kuat tanpa pajak
Baca juga: Menkeu: Pengurangan CO2 di sektor energi bisa ganggu perekonomian
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022