Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI masih menunggu data uji klinik mutu dan keamanan vaksin COVID-19 untuk pemberian pada kelompok sasaran masyarakat umur lima tahun ke bawah.kita akan teliti efikasi, mutu dan keamanannya
"Vaksinasi anak balita kami masih tunggu data uji klinik. Kalau sudah ada laporan data uji klinik dari produsen vaksin, kita akan teliti efikasi, mutu dan keamanannya," kata Kepala BPOM RI Penny K Lukito dalam konferensi pers HUT BPOM ke-21 Tahun di Kantor BPOM RI Jakarta, Rabu.
Penny mengatakan data uji klinik yang dimaksud merujuk pada kesepakatan dan pedoman yang diberikan oleh World Health Organization (WHO) untuk dapat menerbitkan izin edar darurat (Emergency Use Authorization/EUA) vaksin selama masa pandemi.
Baca juga: AS pertimbangkan izin penggunaan vaksin COVID Pfizer bagi balita
Baca juga: Hoaks! Vaksinasi COVID-19 balita upaya pemusnahan generasi muda Islam
Menurut Penny perlu ada data-data yang diserahkan oleh pihak industri farmasi pendaftar vaksin kepada BPOM. Sedikitnya data yang diperlukan adalah laporan lengkap hasil uji klinik fase 1 dan fase 2, ditambah hasil analisis interim (sementara) dari uji klinik fase ke-3 selama kurun waktu 3 bulan setelah penyuntikan vaksin yang terakhir (penyuntikan kedua).
Aspek lain yang juga perlu dijaga adalah aspek mutu produk, yang berarti produk vaksin yang akan digunakan harus diproduksi pada fasilitas produksi yang memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Good Manufacturing Practice (GMP), kata Penny menambahkan.
Penny mengatakan proses pengembangan vaksin COVID-19 membutuhkan waktu karena ada serangkaian proses penelitian yang perlu dilakukan, serta ketersediaan sejumlah data saintifik dengan pertimbangan risiko dan manfaat untuk menjamin vaksin tersebut aman, berkhasiat, dan bermutu.
"Selain itu BPOM juga tidak bekerja sendiri dalam memberi keputusan izin penggunaan vaksin COVID-19. Melainkan memerlukan kerja sama dari berbagai pihak sesuai kapasitasnya masing-masing di sepanjang life cycle vaksin," ujarnya.
Baca juga: India mulai suntikkan vaksin COVID-19 ke anak-anak usia 12-14 tahun
Menurut Penny perlu ada data-data yang diserahkan oleh pihak industri farmasi pendaftar vaksin kepada BPOM. Sedikitnya data yang diperlukan adalah laporan lengkap hasil uji klinik fase 1 dan fase 2, ditambah hasil analisis interim (sementara) dari uji klinik fase ke-3 selama kurun waktu 3 bulan setelah penyuntikan vaksin yang terakhir (penyuntikan kedua).
Aspek lain yang juga perlu dijaga adalah aspek mutu produk, yang berarti produk vaksin yang akan digunakan harus diproduksi pada fasilitas produksi yang memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Good Manufacturing Practice (GMP), kata Penny menambahkan.
Penny mengatakan proses pengembangan vaksin COVID-19 membutuhkan waktu karena ada serangkaian proses penelitian yang perlu dilakukan, serta ketersediaan sejumlah data saintifik dengan pertimbangan risiko dan manfaat untuk menjamin vaksin tersebut aman, berkhasiat, dan bermutu.
"Selain itu BPOM juga tidak bekerja sendiri dalam memberi keputusan izin penggunaan vaksin COVID-19. Melainkan memerlukan kerja sama dari berbagai pihak sesuai kapasitasnya masing-masing di sepanjang life cycle vaksin," ujarnya.
Baca juga: India mulai suntikkan vaksin COVID-19 ke anak-anak usia 12-14 tahun
Baca juga: Vaksin Pfizer kurang efektif lindungi anak 5-11 tahun dari Omicron
Secara terpisah Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan hal yang sama terkait belum adanya izin pemberian vaksin dosis ketiga atau booster pada anak usia di bawah 18 tahun di Indonesia.
"Saat ini belum ada data referensi yang cukup untuk memberikan booster pada anak di bawah usia 18 tahun," katanya.
Persediaan vaksin COVID-19 yang ada saat ini, kata Nadia, masih difokuskan pada booster untuk masyarakat sasaran di atas usia 18 tahun. "Kita tunggu lebih lanjut uji klinis vaksin booster untuk masyarakat di bawah 18 tahun," katanya.
Baca juga: Tak ampuh lawan Omicron, vaksin Pfizer anak di bawah 5 tahun ditunda
Secara terpisah Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan hal yang sama terkait belum adanya izin pemberian vaksin dosis ketiga atau booster pada anak usia di bawah 18 tahun di Indonesia.
"Saat ini belum ada data referensi yang cukup untuk memberikan booster pada anak di bawah usia 18 tahun," katanya.
Persediaan vaksin COVID-19 yang ada saat ini, kata Nadia, masih difokuskan pada booster untuk masyarakat sasaran di atas usia 18 tahun. "Kita tunggu lebih lanjut uji klinis vaksin booster untuk masyarakat di bawah 18 tahun," katanya.
Baca juga: Tak ampuh lawan Omicron, vaksin Pfizer anak di bawah 5 tahun ditunda
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022