"Ini akan mendorong terjadinya inflasi karena harga (komoditas) internasional dan harga domestik sangat berbeda," kata Airlangga saat menjadi pembicara kunci dalam seminar "Recover Together, Recover Stronger: G20 dan Agenda Strategis Indonesia" di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis.
Ia mengatakan konflik dua negara itu telah memicu meroketnya sejumlah harga komoditas pangan, seperti minyak nabati serta gandum yang diimpor dari Ukraina.
"Mereka menjadi pemasok 40 persen (gandum) secara global dan Indonesia juga bergantung kepada Ukraina untuk impor gandum," kata dia.
Selain itu, menurut Airlangga, konflik ikut menyebabkan kenaikan harga minyak dunia yang terkerek menjadi 110 dolar AS hingga 125 dolar AS per barel serta ikut berkontribusi terhadap inflasi.
Baca juga: Perguruan tinggi dan mahasiswa diminta manfaatkan momen Presidensi G20
"Harga nikel yang tidak pernah kelihatan kemarin bisa mencapai 100 ribu (dolar AS), batu bara pun bisa mencapai 400 dolar AS (per ton)," ujar dia.
Oleh karena itu, ia memastikan pemerintah Indonesia akan segera melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi lonjakan harga komoditas itu.
"Selain dari pada minyak goreng, soya bean (kedelai) juga akan terkena. Jadi itulah berbagai komoditas yang perlu ditangani oleh pemerintah," kata dia.
Kendati demikian, Airlangga menilai konflik Rusia dan Ukraina masih belum berdampak terlalu besar terhadap aktivitas perdagangan Indonesia.
"Dalam situasi ketegangan di Eropa akibat perang geopolitik antara Rusia dan Ukraina, bagi Indonesia efek perdagangannya tidak terlalu besar karena trade Indonesia dengan Rusia dan Ukraina sekitar 2,3 billion (dolar AS)," kata Airlangga.
Baca juga: Airlangga : Digital economy working group dorong ekosistem digital
Baca juga: Airlangga sebut pekerja migran Indonesia sebagai pahlawan
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022