Duta Besar Australia Penny Williams mengatakan sajian ini sangat menarik karena menggabungkan daging Australia dengan bahan-bahan khas Indonesia.
Baik Chandra maupun Sean mengolah daging sapi Australia dengan memasukkan unsur-unsur Indonesia, seperti bumbu hingga bahan-bahan pendamping. Daging yang diolah adalah potongan yang relatif belum populer, bukan potongan yang biasa didengar saat memesan steak seperti rib eye, tenderloin dan sirloin.
Potongan yang disajikan adalah "flank" atau sancan, daging sapi dari otot perut yang biasanya cocok untuk semur. Potongan daging lainnya adalah "shank" alias sengkel, potongan betis sapi yang populer untuk membuat rendang. Daging sengkel punya sedikit lemak, berotot dan sedikit keras.
Daging "flank" jadi suguhan dalam menu seared pommery & rosemary wagyu flank 7+, wilted spinach & garlic, honey roasted red pepper coulis, chimichurri, micro coriander.
Tiga potong daging yang lembut disajikan dengan sambal pedas manis, didampingi dengan bayam dan potongan singkong goreng yang renyah. Ketika daging dicocol dengan sambal, rasanya mengingatkan kepada makanan-makanan Indonesia yang sedikit pedas dan gurih.
Singkong menjadi kejutan di hidangan ini, sebab daging yang biasanya diolah dengan gaya ini umumnya disajikan dengan kentang. Chef Chandra mengatakan, singkong dipilih untuk menghadirkan hal yang tidak biasa.
Sengkel yang umumnya menjadi rendang disajikan dalam menu braised beef shank shallot balsamic, oyster mushroom, truffle oil, parmesan and mascarpone risotto.
Penampilannya serupa rendang kalio, bedanya daging ini tidak bersebelahan dengan nasi, melainkan risotto. Rasanya seperti menyantap hidangan Idul Fitri dengan gaya Barat berkat rasa khas dari minyak truffle dan "ledakan" asam dari potongan bawang merah serta lembutnya jamur.
Potongan sengkel dan daging-daging bagian bawah sapi, kata Chandra, mudah diolah menjadi hidangan lezat. Namun, perlu kesabaran dalam mengolahnya karena daging-daging bagian bawah memang harus direbus.
Berbeda dengan daging dari bagian atas sapi yang umumnya bisa diolah menjadi steak, cukup dipanggang beberapa menit untuk bisa dinikmati. Pada menu ini, Chandra butuh sekitar 1,5 jam untuk merebus daging. Bila ingin dipraktikkan di rumah, metode "slow cooking" boleh dicoba, imbuh dia.
Selanjutnya, makanan yang disajikan adalah dried cranberry, pistachio, brie and sage encrusted roast sirloin, pea & edamame puree, spiced pumpkin, black pepper gravy. Potongan sirloin yang juicy, dengan potongan pistachio renyah di pinggiran daging, memperkaya tekstur di mulut. Labu tumbuk yang manis sebagai pendamping memperkaya rasa dari sajian ini.
Sebagai penutup, chef Chandra dan chef Sean menggabungkan dua unsur yang berseberangan. Kecombrang dan beef bacon yang umumnya digunakan untuk makanan berat yang gurih, kali ini dipakai untuk makanan manis.
Pastry berbentuk cincin mengapit krim susu cokelat dengan sentuhan kecombrang yang segar. Rasanya unik, sama seperti es krim dengan after taste daging sapi. Tampilan dan aromanya seperti es krim vanila biasa, tapi begitu dimasukkan ke mulut, ada sensasi seperti makan daging.
Baca juga: Kafe fusion Asia-Prancis baru tawarkan croissant hingga rujak serut
Baca juga: Festival jajanan dikatakan puaskan selera ribuan pencinta kuliner
Baca juga: Pebalap MotoGP Mandalika dapat cenderamata bumbu khas Indonesia
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022