Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo di Kulon Progo, Minggu, mengatakan persoalan tuberkulosis (TB) dan kekerdilan bisa ditangani bersama, salah satunya dengan skrining TB terhadap balita merupakan bentuk pendekatan terhadap keluarga berisiko kekerdilan, sehingga intervensi di sektor hulu ini bisa menjadi pencegahan sekaligus penanganan melalui intervensi kuratif.
Baca juga: BKKBN luncurkan program DASHAT disaksikan 19 delegasi dubes
"Ini (TBC) harus diwaspadai ya. Kalau TBC-nya ini tidak ditangani dengan baik maka angka kekerdilan akan naik lagi. Makanya kemudian, kita kumpulkan anak-anak kekerdilan diskrining TBC. Skrining tidak hanya dilakukan kepada balita kekerdilan. Anak-anak yang terbilang kurus dan punya gejala batuk selama berminggu-minggu menjadi perhatian kami," kata Hasto.
Ia mengatakan kasus TBC yang dialami oleh anak-anak menjadi perhatian BKKBN. Kasus TB yang kurang menjadi perhatian masyarakat di tengah pandemi COVID-19, padahal TB menjadi salah satu penyebab kekerdilan yang diderita oleh balita di wilayah Kulon Progo.
Baca juga: BKKBN: Presiden minta intervensi kekerdilan dilakukan secara terpadu
"Balita di Kulon Progo itu yang mengalami kekerdilan sekitar 12 persen. Setahun itu di Kulon Progo lahir sekitar 25 ribu bayi. Jadi, ada sekitar 3 ribu bayi di Kulon Progo masuk kategori kerdil," katanya.
Adapun, gejala kekerdilan yang dialami oleh balita diantaranya sering batuk dan pilek disertai demam. Kemudian, nafsu makan juga rendah. Rendahnya nafsu makan mengakibatkan tidak naiknya berat badan balita secara signifikan.
Baca juga: BKKBN: Tak bisa sama ratakan cara hadapi kekerdilan di tiap daerah
"Begitu berat badannya tidak naik selam tiga bulan berturut-turut panjang badannya juga tidak naik. Panjangnya badan balita tidak naik akhirnya terjadilah kekerdilan. Balita ini perlu divaksin BCG (Bacillus Calmette–Guérin). Namun, selama masa pandemi COVID-19 ini angka vaksinasi (BCG) menurun," katanya.
Sementara itu, Ketua Unit Kerja Koordinasi Respirologi IDAI Rina Triasih, yang juga Project Leader Zero TB Yogyakarta mengatakan balita yang terdiagnosis sakit TBC maka akan segera dirujuk ke Puskemas untuk mendapatkan pengobatan sedangkan untuk tata laksana kekerdilan, dokter Puskesmas bisa merujuk ke dokter anak di rumah sakit daerah.
Rina Triasih berharap model kolaborasi antara BKKBN, IDAI, Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo dan Zero TB Yogyakarta bisa dilanjutkan dan dikembangkan untuk daerah-daerah lain agar terjadi penguatan sekaligus pemberdayaan pendamping keluarga cegah kekerdilan.
"IDAI sendiri siap menjadi partner BKKBN dalam kegiatan akselerasi percepatan penurunan kekerdilan," katanya.
Zero TB Yogyakarta sendiri merupakan proyek kolaborasi antara Fakultas Kedokteran, Kesahatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gajah Mada, RSUP Dr Sardjito, Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemkot Yogyakarta, Pemkab Kulon Progo dan Burnet Institute Australia.
Zero TB Yogyakarta melakukan kegiatan yang inovatif dan komprehensif dengan pendekatan search, treat and prevent. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah melakukan pencarian kasus TBC secara aktif di masyarakat menggunakan mobil rontgen yang dilengkapi dengan alat kecerdasan buatan (artificial intelegent).
Pewarta: Sutarmi
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022