"Artinya, dalam KUHAP, apabila tidak ada saksi lain yang melihat langsung kasus tersebut, keterangan saksi korban tidak mempunyai kekuatan pembuktian. Ini menjadi kesulitan untuk membuktikan kasus kekerasan seksual," kata Menteri Bintang melalui siaran pers di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Kemen PPPA apresiasi Panja RUU TPKS komunikatif dengan pemerintah
Pasal 184 KUHAP hanya menyebutkan ada lima jenis alat bukti, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Dia menjelaskan alat-alat bukti tambahan pada RUU TPKS, yaitu keterangan korban, surat keterangan psikolog dan atau psikiater, rekam medis, rekaman pemeriksaan dalam proses penyidikan, informasi elektronik, dokumen dan pemeriksaan rekening bank.
Bintang menambahkan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS, pada Pasal 23 menyatakan keterangan saksi dan/atau korban sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah apabila disertai dengan satu alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar telah terjadi dan terdakwa-lah yang bersalah melakukannya.
Baca juga: Menteri PPPA kecam ayah perkosa anak kandung di Solo
Baca juga: Menteri PPPA beri penghargaan para perempuan berani laporkan kekerasan
Oleh karena itu, pihaknya mendesak agar RUU TPKS segera disahkan agar tidak terjadi lagi adanya vonis bebas terhadap pelaku kekerasan seksual seperti dalam kasus pencabulan seorang dosen Universitas Riau (UNRI) terhadap mahasiswinya, LM.
"Tingginya angka kekerasan seksual sangat penting dan mendesak agar RUU TPKS dapat segera disahkan, sehingga vonis bebas seperti pada kasus pencabulan terhadap mahasiswi UNRI dapat dicegah. Rasa keadilan korban harus menjadi prioritas dan yang utama," kata Menteri PPPA.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022