"Sebagai bagian dari Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual, kami mengapresiasi teman-teman di Pemerintah dan DPR, yang dalam sepekan kemarin secara maraton, menghasilkan satu draf yang disepakati menjadi payung hukum bagi korban kekerasan seksual, terutama perempuan, anak, dan penyandang disabilitas," ujar Anis.
Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam konferensi pers virtual Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual bertajuk "Catatan Kritis Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual Atas Sidang Pembahasan RUU TPKS", seperti dipantau di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Komnas Perempuan: Perkosaan sejatinya DNA RUU TPKS
Baca juga: MPR: Perlu segera realisasikan keinginan publik terkait RUU TPKS
Baca juga: Aktivis Perempuan: Puan miliki momentum mensahkan RUU TPKS
Meskipun begitu, Anis menyayangkan draf RUU TPKS yang belum memuat seluruh bentuk kekerasan seksual, sebagaimana yang telah diatur dalam instrumen hukum internasional ataupun regulasi terkait yang telah ada di Indonesia.
Padahal, kata dia, berbagai jaringan aktivis di Tanah Air telah mendorong Pemerintah dan DPR untuk memasukkan segala bentuk kekerasan seksual ke dalam RUU TPKS.
"Dari segi bentuk kekerasan seksual, sejak awal, teman-teman di dalam ataupun di luar jaringan ini mendorong seluruh bentuk kekerasan seksual yang diatur, baik dalam instrumen internasional maupun regulasi yang telah ada di Indonesia, diakomodasi dalam RUU TPKS. Sayangnya, memang ada beberapa yang tidak terakomodasi," ujarnya.
Contohnya, ujar Anis melanjutkan, pihaknya telah mendorong Pemerintah dan DPR untuk memasukkan pemaksaan aborsi dan pemerkosaan ke dalam RUU TPKS sebagai bentuk kekerasan seksual.
Namun, dorongan tersebut tidak diakomodasi, padahal dua bentuk kekerasan seksual itu dialami oleh banyak perempuan di Indonesia.
Lebih lanjut, Anis menyampaikan sembilan bentuk kekerasan seksual yang dimuat dalam Pasal 4 ayat (1) RUU TPKS.
Di antaranya adalah pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, dan pemaksaan perkawinan. Berikutnya, ada penyiksaan seksual, perbudakan seksual, kekerasan seksual dengan sarana elektronik, dan eksploitasi seksual.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022