“Saya selalu meyakinkan publik bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak akan pernah tumpang tindih dengan undang-undang yang existing (sudah ada), baik itu UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Pornografi, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Perlindungan Anak, bahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP),” kata Eddy.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam webinar Hari Kartini 2022 dengan tema “UU TPKS: Pencegahan, Penanganan dan Keadilan untuk Korban” yang disiarkan di kanal YouTube Rumah Pemilu, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Baca juga: Wamenkumham: UU TPKS tonjolkan aspek keadilan restoratif
Eddy menjelaskan para penyusun undang-undang dapat menjamin hal tersebut sebab dalam proses pembuatan, para penyusun undang-undang telah menyandingkan UU TPKS dengan undang-undang yang lain, bahkan dengan RKUHP.
Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa pihaknya dapat menjelaskan secara rinci apa yang sebetulnya unsur-unsur pembeda yang diatur di dalam UU TPKS dengan unsur-unsur yang diatur di luar UU TPKS.
Baca juga: Kabareskrim harap kader PDIP aktif sosialisasikan UU TPKS
Baca juga: Peneliti BRIN apresiasi Ketua DPR RI kawal UU TPKS
Eddy mengungkapkan bahwa selama 16 bulan ia memegang jabatan sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM lebih senang membahas rancangan undang-undang jika rancangan tersebut merupakan inisiatif DPR, sebagaimana para penyusun undang-undang membahas mengenai RUU TPKS yang merupakan inisiatif DPR.
Sebab, katanya, pihak penyusun undang-undang dapat fokus hanya pada satu kolom dalam daftar inventarisasi masalah (DIM).
“Kalau inisiatif DPR, maka DIM dari pemerintah hanya satu kolom. Sedangkan, kalau inisiatif pemerintah, maka kami harus fokus terhadap 9 kolom karena ada 9 fraksi. Ini tentunya rumit ketika mau menyatukan berbagai pandangan,” kata Eddy.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022