Hari Raya Waisak 2566 BE (Buddhist Era) menjadi salah satu momen keagamaan yang sangatlah penting bagi setiap umat Buddha di seluruh dunia, dan salah satunya di Kota Bandarlampung.Waisak tahun ini lebih terasa
Setelah dua tahun lamanya umat tidak melaksanakan peribadatan pada momen Waisak di tempat ibadah, kali ini jadi tahun pertama bagi umat Buddha di Bandarlampung untuk memperingatinya di wihara.
Asap dari dupa yang membumbung tinggi melewati ornamen naga yang ada di atap wihara telah menyambut umat yang datang untuk melaksanakan peribadatan, untuk memperingati tiga peristiwa penting setiap tahunnya yaitu kelahiran Pangeran Siddharta menjadi seorang Bodhisattva atau calon Buddha yang akan mencapai kebahagiaan tertinggi, lalu mencapai kesempurnaan yaitu saat Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Agung sehingga mendapat gelar sebagai Buddha, dan Parinibbana yaitu penghormatan bagi Sang Buddha yang telah mencapai nirwana.
Peringatan Waisak itu telah ramai dilakukan diberbagai wihara di Bandarlampung, salah satunya di wihara tertua di Lampung yaitu Wihara Thay Hin Bio.
Sejak pagi hari hingga menjelang siang hari umat telah ramai mendatangi wihara dengan ornamen khas Tiongkok itu untuk memanjatkan doa dan melakukan meditasi.
Lilin yang terpasang di berbagai sisi wihara selain menjadi penerang bagi umat saat melakukan peribadatan, juga jadi salah satu penggambaran terusirnya kegelapan dan jadi sumber penerangan bagi kehidupan umat.
Lalu terpajangnya beragam sesajen, wanginya dupa, dan hilir mudiknya umat untuk bersembahyang di altar menjadi tanda kembali ramainya tempat ibadah setelah pandemi COVID-19 mengalami penurunan kasus.
Selama dua tahun ini, wihara tertua di Sai Bumi Ruwa Jurai itu membatasi diri untuk menerima kunjungan terlalu banyak dan hanya menyisakan upacarita untuk melaksanakan ritual keagamaan. Bukan tanpa sebab hal itu merupakan wujud menjaga kesehatan dan melindungi umat dari paparan COVID-19.
Kembali ramainya peringatan Hari Tri Suci Waisak di Wihara Thay Hin Bio itu diungkapkan oleh pemimpin puja bakti, Viria.
Baca juga: Wapres harap Waisak tingkatkan kebijaksanaan umat Buddha
Baca juga: Rohaniawan: Waisak momentum bangun kebersamaan antar umat beragama
Memandikan Rupang
Menurut Viria, rangkaian peringatan Waisak telah dilakukan sejak 8 Mei lalu, dengan memandikan rupang Maha Bodhisatva Siddharta dengan membacakan Sutra Maha Karuna Dharani, atau yang awam dikenal dengan ritual Yi Fo. Dan ritual memandikan rupang tersebut menjadi lambang dari penyucian diri menjadi sosok yang lebih baik.
"Yi Fo sudah dilakukan sejak 8 Mei, dan hari ini kami membacakan paritta-paritta suci di ruang Bhaktisala untuk menyambut detik-detik Waisak yang jatuh pada pukul 11.13 WIB. Tidak lupa juga kita lakukan meditasi untuk mengintrospeksi diri atas segala perbuatan yang dilakukan," ucapnya.
Ia mengatakan dengan tema besar "Dalam cinta kasih semua bersaudara", situasi peringatan Tri Suci Waisak, telah jauh berbeda dari 2 tahun sebelumnya dimana saat ini telah ada 40-50 orang umat yang menghadiri ibadah detik-detik Waisak secara langsung di ruang Bhaktisala wihara yang berlokasi di Jalan Ikan Kakap, Pesawahan, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kota Bandarlampung.
"Selama 2 tahun ini memang ditiadakan ibadah langsung di wihara, semua melalui zoom ataupun Youtube. Ini jadi momen pertama terdengar doa umat berkumandang di ruang Bhaktisala setelah sekian lama. Kita bersyukur bisa kembali beribadah di tempat ibadah meski semua dilakukan dengan berhati-hati," katanya dengan raut muka ceria.
Meskipun telah ramai dilakukan beragam ritual keagamaan dalam rangka memperingati Hari Raya Tri Suci Waisak, ada satu ritual yaitu Pradiksina atau berjalan mengelilingi vihara sebanyak tiga kali searah jarum jam, sembari membawa dupa. Untuk sementara waktu ritual tersebut belum dilaksanakan guna mencegah adanya kerumunan umat yang terlalu banyak.
Sukacita umat setelah dua tahun lamanya tidak melantunkan doa secara langsung di tempat ibadah dikatakan oleh salah seorang umat Buddha asal Bandarlampung, Trie.
Wanita keturunan etnis Tionghoa itu mengatakan peringatan Waisak kali ini cukup berbeda, karena umat bisa bermeditasi, membacakan parrita suci hingga memandikan rupang secara langsung di tempat ibadah.
"Waisak tahun ini lebih terasa karena bisa langsung berdoa dan memandikan rupang secara langsung. Tahun lalu saya hanya melalui tayangan Youtube saja saat detik-detik Waisak, dan sekarang bisa hadir langsung secara fisik jadi sangat antusias," katanya.
Baca juga: Anies: Waisak tumbuhkan kebersamaan
Memandikan Rupang
Menurut Viria, rangkaian peringatan Waisak telah dilakukan sejak 8 Mei lalu, dengan memandikan rupang Maha Bodhisatva Siddharta dengan membacakan Sutra Maha Karuna Dharani, atau yang awam dikenal dengan ritual Yi Fo. Dan ritual memandikan rupang tersebut menjadi lambang dari penyucian diri menjadi sosok yang lebih baik.
"Yi Fo sudah dilakukan sejak 8 Mei, dan hari ini kami membacakan paritta-paritta suci di ruang Bhaktisala untuk menyambut detik-detik Waisak yang jatuh pada pukul 11.13 WIB. Tidak lupa juga kita lakukan meditasi untuk mengintrospeksi diri atas segala perbuatan yang dilakukan," ucapnya.
Ia mengatakan dengan tema besar "Dalam cinta kasih semua bersaudara", situasi peringatan Tri Suci Waisak, telah jauh berbeda dari 2 tahun sebelumnya dimana saat ini telah ada 40-50 orang umat yang menghadiri ibadah detik-detik Waisak secara langsung di ruang Bhaktisala wihara yang berlokasi di Jalan Ikan Kakap, Pesawahan, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kota Bandarlampung.
"Selama 2 tahun ini memang ditiadakan ibadah langsung di wihara, semua melalui zoom ataupun Youtube. Ini jadi momen pertama terdengar doa umat berkumandang di ruang Bhaktisala setelah sekian lama. Kita bersyukur bisa kembali beribadah di tempat ibadah meski semua dilakukan dengan berhati-hati," katanya dengan raut muka ceria.
Meskipun telah ramai dilakukan beragam ritual keagamaan dalam rangka memperingati Hari Raya Tri Suci Waisak, ada satu ritual yaitu Pradiksina atau berjalan mengelilingi vihara sebanyak tiga kali searah jarum jam, sembari membawa dupa. Untuk sementara waktu ritual tersebut belum dilaksanakan guna mencegah adanya kerumunan umat yang terlalu banyak.
Sukacita umat setelah dua tahun lamanya tidak melantunkan doa secara langsung di tempat ibadah dikatakan oleh salah seorang umat Buddha asal Bandarlampung, Trie.
Wanita keturunan etnis Tionghoa itu mengatakan peringatan Waisak kali ini cukup berbeda, karena umat bisa bermeditasi, membacakan parrita suci hingga memandikan rupang secara langsung di tempat ibadah.
"Waisak tahun ini lebih terasa karena bisa langsung berdoa dan memandikan rupang secara langsung. Tahun lalu saya hanya melalui tayangan Youtube saja saat detik-detik Waisak, dan sekarang bisa hadir langsung secara fisik jadi sangat antusias," katanya.
Baca juga: Anies: Waisak tumbuhkan kebersamaan
Baca juga: Ketua DPR: Waisak momentum refleksikan pentingnya menjaga kerukunan
Tidak Euforia
Menurutnya, situasi yang membaik kali ini, sebaiknya tidak ditanggapi dengan euforia melainkan harus penuh kehati-hatian. Untuk mencegah adanya peningkatan kasus COVID-19 kembali.
"Bersyukur memang sudah membaik, tapi ini jadi ujian juga buat kita masyarakat. Apakah akan menanggapi perbaikan kondisi ini dengan bijak atau langsung euforia hingga lupa diri dan kasus kembali meningkat," ujarnya pula.
Meski pada peringatan Tri Suci Waisak pada tahun ini di Kota Bandarlampung telah dilakukan secara langsung Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) Perwakilan Lampung tetap mengingatkan umat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes) saat melakukan peribadatan secara langsung di wihara.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) Perwakilan Lampung Andi Lie Wirawan, dia mengatakan bagi umat diharapkan untuk tetap menjaga jarak serta menggunakan masker saat melaksanakan ritual memandikan rupang ataupun melantunkan doa di tempat ibadah untuk membantu menjaga kondisi tetap kondusif.
Ia juga berharap umat Buddha dapat menjaga kerukunan umat beragama untuk mewujudkan Indonesia yang harmoni.
Lantunan doa dan puji-pujian pada detik-detik Waisak di berbagai wihara di Lampung memang menjadi salah satu bentuk kembali pulihnya situasi setelah dua tahun lamanya umat diminta untuk beradaptasi dalam melakukan kegiatan keagamaan secara daring.
Akan tetapi situasi yang mulai membaik kini menjadi salah satu ujian pula bagi masyarakat untuk tetap bisa menjaga kondusifitas untuk mencegah adanya perburukan keadaan yang mengharuskan setiap aktivitas dilakukan secara terbatas kembali.
Baca juga: Umat Buddha lakukan detik-detik Waisak di pelataran Candi Borobudur
Tidak Euforia
Menurutnya, situasi yang membaik kali ini, sebaiknya tidak ditanggapi dengan euforia melainkan harus penuh kehati-hatian. Untuk mencegah adanya peningkatan kasus COVID-19 kembali.
"Bersyukur memang sudah membaik, tapi ini jadi ujian juga buat kita masyarakat. Apakah akan menanggapi perbaikan kondisi ini dengan bijak atau langsung euforia hingga lupa diri dan kasus kembali meningkat," ujarnya pula.
Meski pada peringatan Tri Suci Waisak pada tahun ini di Kota Bandarlampung telah dilakukan secara langsung Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) Perwakilan Lampung tetap mengingatkan umat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes) saat melakukan peribadatan secara langsung di wihara.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) Perwakilan Lampung Andi Lie Wirawan, dia mengatakan bagi umat diharapkan untuk tetap menjaga jarak serta menggunakan masker saat melaksanakan ritual memandikan rupang ataupun melantunkan doa di tempat ibadah untuk membantu menjaga kondisi tetap kondusif.
Ia juga berharap umat Buddha dapat menjaga kerukunan umat beragama untuk mewujudkan Indonesia yang harmoni.
Lantunan doa dan puji-pujian pada detik-detik Waisak di berbagai wihara di Lampung memang menjadi salah satu bentuk kembali pulihnya situasi setelah dua tahun lamanya umat diminta untuk beradaptasi dalam melakukan kegiatan keagamaan secara daring.
Akan tetapi situasi yang mulai membaik kini menjadi salah satu ujian pula bagi masyarakat untuk tetap bisa menjaga kondusifitas untuk mencegah adanya perburukan keadaan yang mengharuskan setiap aktivitas dilakukan secara terbatas kembali.
Baca juga: Umat Buddha lakukan detik-detik Waisak di pelataran Candi Borobudur
Pewarta: Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022