Sudah menjadi rahasia umum bahwa pandemi COVID-19 membuat masyarakat Indonesia harus menggunakan internet untuk membantu aktivitas sehari-hari.
Kenyataan ini diperkuat hasil Survei Internet Indonesia Tahun 2021-2022 (Q1) dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), bahwa ada penambahan pengguna internet dan perubahan perilaku berinternet di Tanah Air akibat pandemi.
Baca juga: Survei APJII: Pengguna internet naik dari 175 juta menjadi 220 juta
Berdasarkan survei terbaru itu, pengguna internet di Indonesia berjumlah 210.026.769 orang dari total jumlah penduduk Indonesia tahun 2021 272.682.600 jiwa.
Penetrasi internet terhadap jumlah penduduk mencapai 77,02 persen. Angka ini terus naik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2018, penetrasi internet di Indonesia berada di angka 64,80 persen.
Periode 2019-2021, jumlahnya naik menjadi 73,70 persen.
Dari 77,02 persen tersebut, Pulau Jawa menyumbang penetrasi internet terbesar, hampir separuh yaitu 43,92 persen. Kontribusi kedua berasal dari Sumatera yaitu 16,63 persen, kemudian diikuti Sulawesi (5,53 persen), Kalimantan (4,88 persen) dan Nusa Tenggara (2,71 persen).
Pulau Bali menyumbang 1,17 persen terhadap total penetrasi Internet di Indonesia, sementara Papua 1,38 persen dan terakhir, Maluku 0,81 persen.
APJII mengadakan survei ini kepada 7.568 responden di 34 provinsi. Responden terbanyak berusia 19-34 tahun (3.012 orang) dan 35-54 tahun (3.009 orang).
Survei ini juga melibatkan responden usia 13-18 tahun (905 orang) dan 55 tahun ke atas (641 orang). Tahun ini, responden survei APJII lebih banyak perempuan (4.099) dibandingkan laki-laki (3.468 orang).
Baca juga: Google Indonesia catat 21 juta pengguna internet baru selama 2021
Perubahan perilaku selama pandemi
APJII mencatat ada perubahan perilaku menggunakan internet akibat pandemi COVID-19. Jika dilihat dari usia, 76,63 persen responden usia 13-18 tahun menjawab mereka lebih sering menggunakan internet sejak pandemi.
Kelompok usia 19-34 persen yang mengalami peningkatan frekuensi penggunaan internet berjumlah 53,99 persen, sementara usia 35-54 tahun berjumlah 47,91 persen.
Peningkatan penggunaan internet yang dialami kelompok usia tersebut sejalan dengan fenomena belajar dan bekerja dari jarak jauh saat pandemi. Sementara itu, pada kelompok usia 55 tahun ke atas, sebanyak 31,93 persen responden yang mengalami kenaikan penggunaan internet.
Baca juga: Bisnis pusat data ungguli transaksi kawasan industri
APJII menemukan alasan masyarakat menggunakan internet adalah untuk mengakses pesan instan dan media sosial (98,02 persen), sekolah atau kerja dari rumah (90,21 persen) dan mencari informasi atau berita (92,21 persen).
Mereka juga menggunakan internet untuk mengakses layanan publik (84,9 persen), transportasi online (76,47 persen), layanan keuangan (72,32 persen), transaksi online (79 persen), email (80,74 persen) dan konten hiburan (77,25 persen).
Survei ini juga menemukan masih ada masyarakat yang tidak menggunakan internet, paling banyak merasa harga kuota mahal (45,16 persen) dan tidak memiliki gawai (44,8 persen).
Mereka juga mengatakan tidak ada sambungan internet di wilayahnya (43,37 persen), tidak tahu cara menggunakan perangkat (41,48 persen) dan merasa tidak aman di dunia maya (41,01 persen).
Baca juga: BPS DKI bakal manfaatkan "big data" lengkapi statistik resmi
Mobile vs fixed broadband
Dari survei yang dikemukakan APJII, terungkap bahwa sambungan internet melalui data seluler masih menjadi pilihan utama.
Terdapat 77,64 persen responden yang menjawab menggunakan internet mobile. Lebih dari separuh responden 83,48 persen, menggunakan kartu prabayar.
Sementara yang menggunakan sambungan internet di rumah, khususnya Wi-Fi, baru 20,61 persen.
Responden lainnya menggunakan Wi-Fi yang ada di sekolah (0,61 persen) dan Wi-Fi di ruang publik (0,96 persen).
Penggunaan internet mobile juga terlihat dari gawai yang digunakan, sebanyak 89,03 persen menggunakan ponsel atau tablet, sementara yang menggunakan laptop atau komputer 0,73 persen.
Responden yang menggunakan keduanya berjumlah 10,24 persen.
Rata-rata pengguna memilih operator seluler yang memiliki sinyal paling kuat di wilayah tempat tinggalnya (47,15 persen) dan yang memiliki promosi paket internet (29,17 persen).
Baca juga: Pengguna internet meroket, tanda infrastruktur telekomunikasi berhasil
Responden yang menggunakan data internet seluler mengeluarkan uang Rp50.001 sampai Rp100.000 per bulan (46,80 persen) dan Rp10.000 sampai Rp50.000 (38,31 persen). Mereka yang merogoh kantong Rp100.001 sampai Rp250.000 per bulan berjumlah 11,66 persen.
Kebanyakan responden yang berlangganan fixed broadband menjawab supaya semua anggota keluarga bisa mengakses internet. Mereka juga menilai fixed broadband lebih murah dan koneksi lebih stabil.
Ketika dihadapkan dengan berbagai penyedia internet, pertimbangan konsumen adalah penyedia yang memiliki sinyal terkuat di tempat tinggalnya dan harga atau promosi menarik.
Sebanyak 60,84 persen responden mengeluarkan biaya Rp100.000 sampai Rp300.000 setiap bulan untuk berlangganan fixed broadband. Selain itu, 33,15 persen mengeluarkan Rp300.001 sampai Rp500.000.
Menjaga keamanan data
Pada survei terbaru ini, APJII juga menyoroti paparan dan perilaku masyarakat menyikapi keamanan siber.
Sebanyak 86,97 persen responden mengaku tidak pernah mengalami kasus keamanan siber, sementara yang pernah berjumlah 13,03 persen.
Perihal menjaga keamanan data, responden mengganti kata sandi secara berkala (23,98 persen), menggunakan kombinasi kata sandi yang sulit ditebak (23,29 persen) dan berhati-hati ketika ada aplikasi yang meminta data pribadi (23,78 persen).
Selain itu, masih ada responden yang tidak tahu cara menjaga keamanan data (14,87 persen). Lainnya, mereka hanya menggunakan aplikasi terverifikasi (9,10 persen), memasang antivirus (4,92 persen), menggunakan kunci pola layar (0,04 persen) dan membuat akun baru (0,02 persen), demikian dikutip dari laporan APJII pada Jumat.
Baca juga: Google Indonesia dorong pengguna internet "kepo" secara positif
Baca juga: Riset APJII: 73,7 persen masyarakat Indonesia terhubung internet
Baca juga: Perlu pertimbangan revisi UU ITE seiring pesatnya pengguna internet
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022