• Beranda
  • Berita
  • DPR: Kesejahteraan ibu dan anak kunci atasi "stunting"

DPR: Kesejahteraan ibu dan anak kunci atasi "stunting"

10 Juni 2022 17:02 WIB
DPR: Kesejahteraan ibu dan anak kunci atasi "stunting"
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Abdul Wahid. ANTARA/Anita Permata Dewi/am.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Abdul Wahid mengatakan kesejahteraan ibu dan anak menjadi kunci utama mencegah tengkes (stunting) atau kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak.

"Oleh karena itu, keberadaan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak yang saat ini masih menjadi Rancangan Undang-Undang dianggap mendesak," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Sebab, selain memberi kepastian hukum atas jaminan kesejahteraan, RUU tersebut juga diyakini menjadi kunci sukses bagi Indonesia untuk terlepas dari kasus stunting pada balita.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita. Ia menyakini kasus tersebut dapat diatasi dengan ketersediaan waktu yang cukup dari ibu dalam mengurus balita.

Baca juga: Iriana Jokowi tinjau penanganan stunting di Kampung Mola Wakatobi

"Stunting juga diakibatkan faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik, terutama perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak," jelasnya.

Selain itu, Wahid juga menegaskan apabila RUU tersebut berhasil disahkan menjadi undang-undang, maka Indonesia akan memiliki jaminan menuju generasi emas.

Sebelumnya, dalam rapat pleno pengambilan keputusan Baleg DPR RI, RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak disetujui akan dibawa ke Sidang Paripurna DPR untuk selanjutnya ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR.

Pada rapat tersebut, Wahid mengungkapkan sejak RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak diusulkan, telah dibahas secara insentif dan mendalam oleh Panitia Kerja (Panja) DPR.

Adapun poin penting yang terdapat pada RUU itu di antaranya penambahan pasal yang berbunyi "Hak ibu untuk mendapatkan perlakuan dan fasilitas khusus pada fasilitas, sarana dan prasarana umum, serta mendapatkan pendidikan perawatan, pengasuhan dan tumbuh kembang anak".

Kemudian, penambahan pasal yang berbunyi "Mengatur terkait cuti melahirkan paling sedikit 6 bulan dan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan jika mengalami keguguran bagi Ibu yang bekerja".

Baca juga: Mencegah "stunting" dengan konsumsi makanan tambahan bergizi

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022