"Jika perbuatan pelaku memenuhi unsur Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014, maka pelaku terancam sanksi pidana sesuai Pasal 81 ayat (1), (2), (3), dan (6) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar melalui siaran pers di Jakarta, Jumat.
Selain itu, Nahar menjelaskan sesuai UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), korban dalam upaya pemulihan berhak mengajukan biaya restitusi yang akan dibayarkan oleh pelaku yang besaran biayanya dilakukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Baca juga: Korban kekerasan seksual Blitar dipastikan bisa lanjutkan pendidikan
Apabila harta kekayaan pelaku yang disita tidak mencukupi untuk membayar biaya restitusi, katanya, maka pelaku dikenai pidana penjara pengganti yang tidak melebihi ancaman pidana pokoknya dan negara memberikan kompensasi sejumlah restitusi yang kurang bayar kepada korban sesuai dengan putusan pengadilan.
Kemudian, ujarnya, ditambah pidana tambahan berupa pengumuman identitas, tindakan rehabilitasi, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik setelah terpidana selesai menjalani hukuman penjaranya paling lama 20 tahun.
Baca juga: Korban kekerasan seksual pengasuh panti asuhan di Bitung diminta lapor
Baca juga: Kemen PPPA dorong perundungan anak di Tangsel ditangani secara diversi
Sementara untuk penanganan hukum terhadap pelaku anak harus merujuk UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan pilihan sanksi pidana dan tindakan.
"Dalam hal pelaku adalah anak, maka hak korban dalam pemulihan juga dijamin dalam UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS di mana pemberian restitusi dilakukan orang tua atau wali," katanya.
Sebelumnya seorang anak perempuan berinisial CS (15 tahun) diperkosa oleh 10 laki-laki di Tapanuli Utara. Tujuh pelaku di antaranya masih berusia anak.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022