Letaknya yang dekat dengan Kintamani dan Gunung Batur, membuat Penglipuran terasa lebih sejuk dibandingkan objek wisata lainnya di Bali, walaupun sinar matahari di sana sama teriknya.
Jika Anda bertolak dari Nusa Dua, Anda akan memakan waktu kurang lebih 1,5 jam menggunakan kendaraan bermotor seperti skutik. Perjalanan jauh pun tidak terasa karena rute yang dilewati begitu beragam akan pemandangan cantik yang disuguhkan Pulau Seribu Pura itu.
Lebih lanjut, daya tarik pertama dari desa ini adalah titel yang ia miliki. Desa Penglipuran adalah salah satu dari tiga desa yang dinobatkan sebagai desa terbersih di dunia.
Berkat kebersihannya, desa wisata yang terletak di Bangli ini juga berhasil menyabet beberapa penghargaan, di antaranya Kalpataru, ISTA (Indonesia Sustainable Tourism Award) pada tahun 2017, dan Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Foundation.
Baca juga: Resep sate ayam pedas serai Bali ala Chef Devina Hermawan
Saat memasuki desa ini, pengunjung akan disambut dengan deretan tanaman hijau, udara dan pemandangan akan semakin terasa sejuk dan asri dengan pemandangan pagar tanaman yang menghiasi seluruh area desa.
Hal ini dikarenakan pengunjung dilarang untuk menggunakan kendaraan bermotor untuk mengelilingi desa ini. Tidak ada salahnya berjalan kaki mengelilingi Desa Penglipuran, mengingat lingkungannya yang asri, kuliner lezat, dan penduduk yang ramah berada di dalamnya.
Sebagai desa adat yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai luhur nenek moyang, tata ruang Desa Penglipuran pun mengusung patokan adat yang sudah turun temurun. Desa ini dibangun dengan Konsep Tri Mandala, di mana tata ruang desa dibagi menjadi tiga wilayah yakni Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala.
Pembagian wilayah tersebut diurutkan dari wilayah paling utara hingga paling selatan. Di wilayah utara, ada Utama Mandala. Wilayah ini merupakan tempat suci atau tempat para dewa. Di sini pula tempat beribadah didirikan.
Di bagian tengah, ada zona yang disebut sebagai Madya Mandala. Zona tengah merupakan pemukiman penduduk, di mana rumah-rumah penduduk dibangun berbanjar di sepanjang jalan utama.
Sedangkan, wilayah paling selatan disebut dengan Nista Mandala. Tempat ini adalah zona khusus untuk pemakaman penduduk.
Jika berjalan terus, pengunjung akan tiba di hutan bambu yang luasnya mencapai 45 hektare atau sekitar 40 persen dari luas keseluruhan Desa Penglipuran.
Hutan bambu yang mengelilingi desa ini terus dijaga dan dilestarikan sampai saat ini sebagai bentuk pelestarian warisan dari para leluhur dan wujud nyata dalam menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Hutan ini juga memiliki fungsi sebagai kawasan resapan air, sehingga kehadirannya juga kerap disebut sebagai hutan pelindung desa.
Setelah lelah mengelilingi desa, tak lengkap rasanya jika tidak mencicipi jajanan khas Desa Penglipuran. Salah satu yang wajib dicoba adalah klepon ketela yang terbuat dari ketela ungu.
Rasa dari klepon ungu ini tidak jauh berbeda dengan klepon hijau yang biasa ditemukan di Pulau Jawa, namun, warna ungu dan bahannya yang berbeda memberikan cita rasa tersendiri.
Selain rasanya yang lezat, klepon ketela ungu juga mengandung serat, antioksidan, mineral, hingga vitamin B yang mampu membantu mengendalikan peradangan pada jantung dan pembuluh darah.
Untuk melepas dahaga, Anda wajib mencoba minuman bernama loloh cemcem. Minuman ini dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakatnya untuk menjaga stamina tubuh.
Minuman berbahan dasar kunyit dan temulawak, serta menggunakan daun cemcem atau yang biasa disebut kedondong hutan ini memiliki rasa asam dan pahit, namun di sisi lain juga menyegarkan dan memiliki khasiat yang bagus untuk tubuh terutama pencernaan.
Baca juga: Menparekraf dorong industri kuliner Bali lewat program ISUTW
Baca juga: Cicipi santapan para raja Pulau Dewata di resto Bali Timbungan Jakarta
Baca juga: KBRI Tokyo promosikan Bali lewat demo masak sambal matah
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022