• Beranda
  • Berita
  • Anggota DPR: Waspadai lonjakan kasus COVID-19 varian baru

Anggota DPR: Waspadai lonjakan kasus COVID-19 varian baru

21 Juni 2022 12:28 WIB
Anggota DPR: Waspadai lonjakan kasus COVID-19 varian baru
Arsip - Tabung reaksi bertuliskan "Tes COVID-19 varian Omicron positif" terlihat dalam foto ilustrasi yang dibuat pada 15 Januari 2022. (ANTARA/Reuters/Dado Ruvic/as)

"kita harus berhati-hati, tingkatkan kewaspadaan, jangan terlalu cepat menganggap COVID-19 sudah tidak ada atau tidak berbahaya lagi."

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meminta semua pihak mewaspadai secara serius lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi selama sepekan, khususnya terkait munculnya varian Omicron BA.4 dan BA.5

Lonjakan kasus penularan COVID-19 tersebut menunjukkan sebenarnya COVID-19 masih sangat dinamis dan tidak dapat diprediksi, katanya di Jakarta, Selasa.

"Pandemi masih berlangsung dan sulit ditebak kapan berakhir. Dalam kondisi itu, kita harus berhati-hati, tingkatkan kewaspadaan, jangan terlalu cepat menganggap COVID-19 sudah tidak ada atau tidak berbahaya lagi. Anggapan seperti itu salah besar karena COVID-19 masih berisiko, khususnya bagi lansia," kata Rahmad di Jakarta, Selasa.

Dia mendorong Pemerintah agar mengingatkan masyarakat bahwa situasi saat ini memerlukan perhatian, dengan kondisi pandemi yang belum menentu. Menurut dia, ketidakmenentuan itu disebabkan terutama oleh adanya varian Omicron BA.4 dan BA.5 yang cepat menular.

"Kita tahu varian ini cepat menular meski gejala beratnya tidak seberat Omicron varian lainnya, bukan berarti kita berleha-leha," katanya.

Dia mengaku cukup terusik dengan pernyataan para epidemiolog yang menyarankan Pemerintah untuk mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) karena menurut mereka kondisi saat ini sudah tidak darurat.

Baca juga: Terawan klaim Vaksin Nusantara tidak perlu booster

Rahmad justru menyangsikan etika komunikasi epidemiolog yang menyebutkan bahwa saat ini tidak lagi perlu diberlakukan kebijakan PPKM. Menurut dia, situasi saat ini justru sedang dihadapkan pada peningkatan kasus COVID-19.

"Saya tujukan kepada epidemiolog yang diajak diskusi oleh Pemerintah beberapa waktu lalu, yang mengusulkan untuk PPKM dihapus, saya kritik keras ini. Para epidemiolog juga harus lebih hati-hati, terutama yang kemarin diajak diskusi soal rekomendasi PPKM untuk dihentikan atau diganti dengan yang lain," tegasnya.

Menurut dia, pernyataan tersebut akan mengganggu psikologis masyarakat karena dapat membuat warga menganggap COVID-19 sudah tidak ada, bisa dikendalikan dengan baik, serta tidak terjadi lonjakan.

Rahmad meminta Pemerintah harus tetap meningkatkan vaksinasi, karena secara nasional masih di bawah standar organisasi kesehatan dunia (WHO), yaitu 70 persen untuk vaksin lengkap.

"Pada bulan Juni 2022, jumlah vaksinasi belum sampai 63 persen, termasuk capaian vaksin booster juga masih rendah. Kita harus kerja bersama-sama dan secara terus menerus menggiatkan vaksinasi, serta penelusuran dan tes harus dilakukan agar bisa dideteksi dan meningkatkan pengawasan sejak dini," ujarnya.

Rahmad juga meminta masyarakat dan Pemerintah perlu memperkuat pelaksanaan protokol kesehatan. Meskipun ada pelonggaran dan penyesuaian di tempat umum tidak wajib memakai masker, katanya, maka bukan berarti bebas tidak bermasker.

Imbauan Pemerintah untuk tidak wajib menggunakan masker di tempat terbuka artinya bisa dilakukan masyarakat secara sukarela, namun tetap disarankan warga memakai masker di tempat umum dan ruang tertutup.

Baca juga: Pakar: Penyiapan RS perlu dilakukan antisipasi kenaikan kasus COVID-19
Baca juga: Pemerintah diminta percepat vaksinasi dosis ketiga mitigasi BA.4-BA.5

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022