• Beranda
  • Berita
  • Presiden: Jangan paksa daerah keluar dari karakteristik pangan

Presiden: Jangan paksa daerah keluar dari karakteristik pangan

21 Juni 2022 13:16 WIB
Presiden: Jangan paksa daerah keluar dari karakteristik pangan
Arsip foto - Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana menanam bawang merah di lokasi lumbung pangan Desa Bansari, Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (14/12/2021). ANTARA/HO-Biro Pers Setpres/Agus Suparto/aa.

"Jangan dipaksa-paksa, karena memang setiap daerah itu memiliki karakter berbeda-beda."

Presiden Joko Widodo meminta semua pihak tidak memaksa daerah untuk menanam tanaman pangan di luar dari karakteristik tanaman pangan asli dan tradisi daerah tersebut.

"Setiap daerah harus memiliki keunggulan pangan masing-masing, sesuai dengan karakteristik tanahnya, kondisi masyarakatnya, dan sesuai tradisi makan warganya. Jangan dipaksa-paksa, karena memang setiap daerah itu memiliki karakter berbeda-beda," kata Presiden saat membuka Rakernas II PDI Perjuangan di Jakarta, Selasa.

Dia mencontohkan tanah di Papua cocok untuk menanam sagu dan tradisi makanan pokok masyarakat di sana juga sagu. Maka, katanya, jangan memaksa masyarakat Papua untuk menanam padi dan mengonsumsi beras.

"Jangan kita paksa untuk keluar dari kekuatannya, dari karakternya, apalagi kalau kita tahu sagu itu justru makanan paling sehat karena gluten free, tidak mengandung gula. Ini yang akan dikejar negara-negara lain. Hal-hal seperti ini yang kita sering lupa, termasuk porang. Kenapa dikejar? Karena di situ (porang) juga sangat rendah gulanya, makanan yang sangat sehat," jelasnya.

Selanjutnya, Jokowi juga memberi contoh tanah di Nusa Tenggara Timur (NTT) bagus untuk menanam sorgum dan jagung. Maka, dia meminta semua pihak tidak memaksa masyarakat NTT untuk menanam padi dan beralih untuk mengonsumsi nasi.

Baca juga: Presiden Jokowi ingin perluas tanam sorgum di NTT kurangi impor gandum

"Tanpa air yang banyak, sorgum di NTT tumbuh sangat subur dan hijau. Ternyata, sebelumnya memang warga di NTT itu tanamnya sorgum, tapi bergeser ke beras. Di sini lah kekeliruannya. Sehingga, kami akan menanam besar-besaran di NTT, sorgum, dan sudah kami coba 40 hektare di Waingapu," katanya.

Presiden menegaskan tanaman sorgum bisa menjadi alternatif pengganti gandum yang harganya saat ini sedang melambung tinggi.

"Begitu perang (Ukraina), sekarang sorgum naiknya sampai di atas 30 persen. Impor kita, gandum, sekarang ini 11 juta ton, sangat besar sekali. Ini yang harus mulai dipikirkan," tegasnya.

Jokowi juga menyampaikan terima kasih kepada Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Menurutnya, Megawati telah mengarahkan BRIN kepada riset atau penelitian hal-hal yang berkaitan dengan pangan.

"Arahnya ke depan benar. Benar memang harus ke sana (pangan)," ujar Jokowi.

Baca juga: Ukraina terancam hanya bisa ekspor 2 juta ton gandum per bulan
Baca juga: Paus Fransiskus: gandum tak bisa jadi senjata perang

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022