"Kami berharap akan ada segera pedoman yang dikeluarkan oleh Kapolri menyusul pedoman yang sama dengan Mahkamah Agung dan Kejaksaan untuk penyelidikan (perkara) perempuan berhadapan dengan hukum agar ini bisa juga menjadi bagian dari pencegahan penyiksaan seksual," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam acara diskusi bertajuk Press Briefing Hari Antipenyiksaan Internasional, yang diikuti di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, keberadaan pedoman tentang penyelidikan dan penyidikan perkara perempuan berhadapan dengan hukum merupakan upaya untuk mencegah terjadinya penyiksaan seksual terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum tersebut.
Hal ini penting karena pihaknya masih menemukan kasus seorang remaja perempuan yang diperkosa di dalam tahanan di Maluku Utara.
"Ada juga kasus dimana seorang anak dari bapak yang ditahan, kemudian melakukan hubungan seksual dengan asumsi bahwa kalau dia (anak) melakukan itu maka penahanan ataupun hukuman bapaknya akan dikurangi," katanya.
Contoh kasus lainnya, beberapa tahun lalu pernah beredar foto tahanan perempuan dalam kondisi tidak senonoh.
"Seorang perempuan yang sedang ditahan kemudian difoto dan fotonya viral dalam kondisi yang kita anggap bermuatan kesusilaan. Itu juga termasuk dalam penyiksaan seksual," katanya.
Komnas Perempuan memandang pentingnya untuk memastikan penyidik memahami dan menerapkan perspektif gender dalam tugasnya serta tidak adanya diskriminasi gender dalam proses hukum di Indonesia.
Baca juga: Sosialisasi isu perlindungan PRT perlu digencarkan di kalangan muda
Baca juga: Komnas Perempuan: PRT alami kerentanan berlapis selama masa pandemi
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022