• Beranda
  • Berita
  • Indonesia masih tertinggal di Asia Tenggara terkait pengembangan PLTS

Indonesia masih tertinggal di Asia Tenggara terkait pengembangan PLTS

26 Juni 2022 16:15 WIB
Indonesia masih tertinggal di Asia Tenggara terkait pengembangan PLTS
Direktur Strategi Bisnis & Portofolio PT Len Industri (Persero) Linus Andor M Sijabat menjelaskan tentang PLTS kepada wartawan, di Kantor PT Surya Energi Indotama (PT SEI) Jalan Soekarno Hatta Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/6/2022). ANTARA/Ajat Sudrajat/aa.

Kita (Indonesia) di Kawasan Asia Tenggara saja masih yang terendah ya. Kalah jauh (dari Vietnam dalam hal pengembangan PLTS.

Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara tetangga di Asia Tenggara terkait dengan pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), kata Direktur Strategi Bisnis & Portofolio PT Len Industri (Persero) Linus Andor M Sijabat.

"Kita (Indonesia) di Kawasan Asia Tenggara saja masih yang terendah ya. Kalah jauh (dari Vietnam dalam hal pengembangan PLTS)," kata Linus Andor M Sijabat di Bandung, Jawa Barat, Minggu.
 
Linus mencontohkan saat ini kapasitas PLTS terpasang di Indonesia masih ratusan megawatt sedangkan di Vietnam sudah memiliki kapasitas terpasang PLTS mencapai puluhan gigawatt (GW).
   
Linus mengatakan PT Len memiliki anak perusahaan yang memiliki inovasi produk dan layanan yang sangat tinggi dalam industri hilir tenaga surya.
 
Selain itu, PT Len juga menjadi anak perusahaan yang paling sehat dengan Ebitda (pendapatan sebelum bunga, pajak, dan amortisasi adalah indikator finansial untuk melihat profit perusahaan) mencapai 22 persen.
 
Menurut dia, PT SEI sudah lama aktif membangun sistem PLTS di daerah 3T, salah satunya dengan membangun Tower Sinyal BTS bertenaga surya di daerah-daerah pelosok.
 
Dengan dukungan dari pemerintah, harapannya PLTS ini akan menjadi solusi terdepan bagi seluruh daerah 3T yang ada di Indonesia.
 
"Maka lengkaplah sudah, mulai dari fokus huluisasi hingga implementasi hilir yang bermanfaat bagi masyarakat," kata dia.
 
PLTS merupakan salah satu program prioritas pemerintah untuk mencapai target pengembangan energi baru terbarukan (EBT) 23 persen di tahun 2025.
 
Potensi energi surya di Indonesia sangat tinggi dan mulai memiliki harga yang kompetitif.
 
"Maka dari itu, diperlukan sinergi antara Pemerintah sebagai regulator, PLN sebagai operator, pihak industri sebagai produsen, serta masyarakat sebagai konsumen sehingga bisa mengakselerasi pemanfaatan potensi energi surya secepatnya," kata dia.

Baca juga: WIKA dan Utomo SolaRUV kerja sama kembangkan PLTS terapung
 
Beberapa waktu lalu, lanjut Linus, PT Surya Energi Indotama (PT SEI) menjadi salah satu perusahaan tujuan Komisi VII DPR RI melakukan rangkaian Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI yang membidangi energi dan perindustrian.
 
Kunjungan Kerja Spesifik pada Jumat, 24 Juni 2022 ini menyasar pada diskusi pengembangan infrastruktur energi baru terbarukan, khususnya panel surya di Indonesia.
 
Diskusi dihadiri oleh Anggota Komisi VII DPR RI yang dipimpin oleh Eddy Soeparno selaku Ketua Komisi VII DPR RI, Direktur Utama PT SEI Bambang Iswanto selaku tuan rumah, Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT PLN Wiluyo Kusdwiharto, Direktorat Aneka EBT ESDM Andriah Feby Misnam, Sekretaris Ditjen ILMATE M. Arifin, Dir Industri Logam Kemenperin Liliek Widodo, dan Direktur Strategi Bisnis & Portofolio PT Len Industri (Persero) Linus Andor M Sijabat.
 
Kunjungan kerja spesifik ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai PT SEI, perkembangan industri panel surya di Indonesia, serta gambaran permasalahan dan kendala yang dihadapi.
 
Anggota Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan pihaknya ingin secara langsung ingin mengetahui dukungan yang dibutuhkan PT SEI dalam rangka pengembangan infrastruktur panel surya di Indonesia, dan mengetahui efektivitas peran pemerintah dalam mengatasi permasalahan masyarakat di daerah.
 
Tujuan tersebut dilatarbelakangi fakta bahwa saat ini telah terbuka peluang yang sangat besar bagi industri dalam negeri untuk melakukan pengembangan bisnis di sektor PLTS.
 
Akan tetapi, kapasitas produksi di Indonesia masih lama dan mahal dibandingkan negara lainnya. Ditambah lagi dengan belum terintegrasinya komponen industri panel surya dari hulu hingga hilir.
 
Huluisasi Industri PLTS erat kaitannya dengan pengolahan bahan mentah menjadi panel surya secara utuh. Ketika barang mentah ini bisa didapatkan dan diolah di dalam negeri, maka akan tercipta nilai TKDN dan pengurangan kegiatan impor
 
"Kita memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan EBT tenaga surya ini. Tapi jangan sampai kita impor komponennya," katanya.

Baca juga: Pakar: Kejar target EBT, pengembangan panas bumi harus jadi prioritas
 
Sementara itu, Direktur Utama PT SEI Bambang Iswanto menambahkan selama ini perusahaan yang dipimpinnya menjadi pionir perusahaan panel surya di Indonesia selama 14 tahun,
 
Selain membahas huluisasi, PT SEI juga menekankan bahwa PLTS harus dapat hadir menjadi solusi di daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan).
 
“Daerah 3T inilah yang menjadi fokus kita dimana masyarakat disana pun memiliki hak untuk mendapatkan akses listrik, dan PLTS bisa menjadi solusi,” ujar Bambang.
 
 
 
 
 
 

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022