"MOST UNESCO yang ada di BRIN diharapkan mampu mengawal dan menyusun peta jalan yang jelas untuk riset-riset disabilitas sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari riset dan inovasi untuk Indonesia maju," kata Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko di Konferensi Nasional MOST UNESCO Indonesia yang diadakan dalam jaringan di Jakarta, Rabu.
Selain persoalan data penyandang disabilitas, minimnya bukti ilmiah untuk mendasari penyusunan kebijakan dan perancangan program yang tepat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kebijakan, program dan layanan penyandang disabilitas belum sepenuhnya inklusif, terpadu, dan memadai.
Baca juga: Indonesia berkomitmen perluas perlindungan sosial bagi disabilitas
MOST UNESCO adalah komite ilmu pengetahuan nasional antar pemerintah yang berada di bawah koordinasi BRIN, dan memiliki visi bahwa riset merupakan dasar untuk mencapai kesetaraan, keadilan dan pengarusutamaan disabilitas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia.
Handoko mengatakan Konferensi Nasional MOST UNESCO Indonesia melibatkan multipihak untuk menajamkan berbagai fokus riset termasuk pengembangan teknologi yang dibutuhkan masyarakat terutama penyandang disabilitas dan peningkatan peran penyandang disabilitas dalam pembangunan.
Ketua Komite Nasional Indonesia untuk Program MOST UNESCO Tri Nuke Pudjiastuti menuturkan misi utama dari MOST UNESCO adalah untuk memperkuat ekosistem riset disabilitas dengan pendekatan interseksional menuju kesetaraan partisipasi penyandang disabilitas dalam pendidikan dan pelatihan.
MOST UNESCO memiliki misi untuk memastikan hak penyandang disabilitas atas perlindungan sosial maupun hak-hak lainnya, mentransfer bukti penelitian dalam perspektif disabilitas ke kebijakan dan praktik publik serta memastikan inovasi ilmiah, kemandirian dan keberpihakan kepada penyandang disabilitas.
Baca juga: BRIN perkuat ekosistem riset kebijakan inklusif bagi kaum disabilitas
MOST UNESCO juga mendorong penguatan jejaring yang berfokus pada penyandang disabilitas di forum nasional, regional, dan global.
Komite MOST UNESCO Indonesia terdiri dari 12 organisasi atau lembaga, diantaranya Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Pusat Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya, dan Pusat Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga.
Kemudian, ada Pusat Studi Layanan Disabilitas Universitas Negeri Surabaya, Pusat Studi dan Layanan Disabilitas Universitas Sebelas Maret, Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia, dan Perkumpulan Prakarsa Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.
Nuke mengatakan Konferensi Nasional MOST UNESCO merupakan bagian dari program dengan tujuan mengonfirmasi dan mendiskusikan isu strategis sebagai dasar penyusunan peta jalan agenda riset dan inovasi nasional 2023-2029 terkait disabilitas.
Konferensi yang diprakarsai BRIN melalui Komite Nasional Indonesia untuk Program MOST UNESCO bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai masukan untuk menyusun naskah kebijakan bagi para pemangku kepentingan terkait isu strategis pemenuhan hak dan peran disabilitas dalam pembangunan.
Konferensi tersebut juga mewadahi komunikasi awal dan menguatkan relasi antar jaringan, antar mitra dan pemangku kepentingan termasuk organisasi penyandang disabilitas dalam upaya mengawal program-program pemerintah di daerah.
Baca juga: Menko PMK: Indonesia bangun pendataan disabilitas yang akurat
Baca juga: Indonesia pastikan pembangunan inklusif bagi penyandang disabilitas
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022