Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur minta Pemerintah dan DPR melakukan pembahasan terbuka Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).Pemerintah dan DPR sebagai tim perumus RKUHP seharusnya membuka pembahasan secara menyeluruh ...
“Pemerintah dan DPR sebagai tim perumus RKUHP seharusnya membuka pembahasan secara menyeluruh dan memastikan partisipasi bermakna dari masyarakat,” kata Isnur dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Pernyataan tersebut terkait dengan respons DPR atas pertemuan dengan Pemerintah, tepatnya Kementerian Hukum dan HAM, dalam rapat kerja pada pukul 11.00 WIB soal Penyerahan Penjelasan 14 poin krusial dari Pemerintah terkait RUU operan (carry over).
Isnur mengatakan bahwa respons DPR dalam pertemuan ini adalah mengusulkan pembahasan perubahan RKUHP oleh Pemerintah dalam rapat internal.
Rapat internal secara tertutup ini akan menyepakati apakah RKUHP ini akan dibawa ke tingkat 2 atau tidak untuk pengesahan, juga dapat menentukan apakah akan dibuka pembahasan kembali.
“Ini berarti ada atau tidaknya pembahasan substansial lanjutan RKUHP akan digantungkan berdasarkan rapat internal dan tertutup. Hal ini tidak dapat dibenarkan,” ucap Isnur.
Baca juga: Mahasiswa Purwokerto tuntut draf RKUHP terbaru dibuka ke publik
Menurut dia, sekalipun DPR memilih untuk tidak membahas RKUHP, pilihan tersebut seharusnya diambil melalui rapat terbuka. Melalui rapat terbuka, DPR dapat memaparkan apa yang menjadi alasan hal tersebut dilakukan.
“Hal yang paling mendasar, pembahasan perubahan rumusan substansi RUU harus dibahas terbuka. Keseluruhan rancangan UU harus sudah dapat diakses publik dalam jangka waktu yang cukup sebelum disahkan,” tutur Isnur.
Sebelumnya, pada Rapat kerja Komisi III DPR dengan Kementerian Hukum dan HAM, terdapat perdebatan antara anggota DPR terkait penggunaan frasa "membahas dan menyelesaikan" RKUHP dalam catatan persetujuan rapat.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman meminta agar kata "membahas" dimasukkan ke catatan, sedangkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir dan anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan bahwa cukup mencantumkan kata "menyelesaikan" saja di dalam catatan persetujuan rapat.
“Biarkan ‘menyelesaikan’. Apakah dalam kata menyelesaikan itu ada kata pembahasan? Itu persoalan internal kita (DPR). Nanti kita perdebatkan di dalam rapat internal,” ucap Arsul Sani di dalam rapat kerja.
Menurut Arsul, tidak mungkin tidak melakukan pembahasan meskipun kata "membahas" tidak tercantum di dalam catatan persetujuan rapat.
Apalagi, Pemerintah membawa sejumlah perubahan di dalam RKUHP yang pasti akan dibahas oleh DPR.
“Kan ada dua pasal yang digugurkan oleh Pemerintah. Ini kan pasti akan kita bahas. Tidak mungkin kita kemudian mengatakan DPR setuju,” ucapnya.
Lebih lanjut, Arsul menegaskan bahwa kata "membahas" tidak perlu dicantumkan karena pihaknya sudah pasti akan membahas RKUHP secara internal untuk menyelesaikan rancangan undang-undang tersebut.
Baca juga: Pakar harap RKUHP muat batasan terkait pasal penghinaan presiden
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022