"Peningkatan pendanaan harus dimobilisasi untuk mendorong mitigasi dan adaptasi iklim di semua sektor termasuk energi yang berkontribusi sekitar tiga perempat dari emisi gas rumah kaca global," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam G20 Webinar Series: Energy and Climate Financing yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Badan Energi Internasional (EIA) melaporkan nilai investasi energi bersih di negara-negara ekonomi berkembang perlu tumbuh dari 150 miliar dolar AS pada tahun 2020, menjadi 1 triliun dolar AS per tahun pada akhir dekade untuk menjaga pemanasan global tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius
Hal terpenting menyangkut keuangan, kata Dadan, G20 harus berkontribusi untuk memobilisasi keuangan publik dan swasta untuk negara-negara ekonomi berkembang.
Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) memperkirakan perlu melipatgandakan investasi energi bersih menjadi 4,4 triliun dolar AS per tahun hingga tahun 2050 dibandingkan dengan 1,8 triliun dolar AS yang diinvestasikan pada tahun 2019 atau hampir 5 persen dari perkiraan produk domestik bruto global saat ini.
"Kita juga perlu meneguhkan dan menyerukan komitmen dari negara-negara maju untuk berbagi dana hingga 200 miliar dolar AS per tahun untuk menangani perubahan iklim," tegas Dadan.
Presidensi G20 Indonesia menekankan dukungan yang dibutuhkan dari negara maju di bidang teknologi energi hijau dengan biaya yang kompetitif bagi negara-negara ekonomi berkembang.
Selain itu, Indonesia juga menekankan ketersediaan dana khusus yang dapat diakses oleh semua pihak dengan mekanisme yang menarik dan terjangkau agar bisa menuju target nol bersih.
Baca juga: Skema pembiayaan iklim bisa menjadi sumber dana untuk transisi energi
Baca juga: Indonesia dorong peningkatan swasta dalam pendanaan lingkungan di G20
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022