Potensi krisis yang mengerikan itu karena banyak negara yang menggantungkan beragam komoditas esensialnya dari produksi yang dihasilkan Rusia dan Ukraina, seperti Mesir yang masih mengimpor 80 persen gandum dari kedua negara tersebut.
Mesir, yang saat ini juga dikenal sebagai importir gandum terbesar di dunia, membutuhkan gandum sebagai bahan baku roti pipih untuk konsumsi sehari-hari warganya. Bila terjadi kekurangan atau bahkan kelangkaan gandum di sana, warga di negara tersebut dapat terdampak krisis kelaparan parah.
Apalagi, berdasarkan data lembaga IFPRI (International Food Policy Research Institute), Rusia dan Ukraina merupakan negara penghasil 30-40 persen gandum dunia.
Rusia, selain Kanada dan Belarusia, juga menjadi negara utama penghasil potasium yang juga bahan baku pupuk di banyak negara, termasuk Indonesia. Dengan konflik tersebut Rusia menghentikan ekspor potasium dan berdampak pada kenaikan harga pupuk di sejumlah negara.
Indonesia juga bisa ikut terdampak karena juga masih mengimpor gandum dan bahan baku pupuk.
Belum lama ini Presiden Joko Widodo saat memberi sambutan di puncak acara hari keluarga nasional (Harganas) di Lapangan Merdeka, Medan, mengatakan pencinta mie dan roti (yang dibuat dari gandum) harus berhati-hati karena kemungkinan harganya akan naik.
Pemerintah sendiri juga telah memiliki strategi untuk mencegah potensi krisis pangan global di antaranya food estate atau lumbung pangan dan diversifikasi pangan.
Baca juga: Indonesia perlu lakukan mitigasi cegah situasi seperti di Sri Lanka
Diversifikasi pangan
Dalam hal diversifikasi pangan, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, mencontohkan, diversifikasi pangan dapat dilakukan antara lain dengan menjadikan sagu dan singkong sebagai alternatif pengganti gandum.
Namun, ia mengakui adanya tantangan terhadap hal tersebut karena masing-masing daerah di Indonesia mempunyai selera dan konsumsi pangan harian yang berbeda sehingga agak sulit untuk mengganti roti atau mie instan yang selama ini menjadi konsumsi masyarakat Indonesia.
Selain itu, olahan dari sagu atau singkong juga dinilai terbatas dan masyarakat tidak bisa dipaksa untuk menjadikan singkong dan sagu sebagai konsumsi harian.
Untuk itu, pemerintah harus memanfaatkan kearifan lokal pangan yang ada di masing-masing daerah dan tidak memaksakan tergantung pada beras sebagai bahan pangan pokok.
Di lain pihak, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyoroti adanya impor delapan komoditas utama impor Indonesia sejak tahun 2011-2021 mengalami peningkatan sebesar hampir 20 juta ton.
Menurut Dwi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), hal tersebut membuat kesejahteraan petani juga kurang diperhatikan karena program pembangunan pangan pemerintah dipandangnya terlalu fokus kepada konsumen bukan produsen.
Pemerintah diharapkan harus lebih memperhatikan kesejahteraan petani kecil karena dengan meningkatnya kesejahteraan petani juga otomatis produksi pangan akan meningkat sehingga impor bisa ditekan pula.
Baca juga: ID FOOD perbaiki sektor hulu untuk antisipasi krisis pangan global
Gotong-royong
Namun, dibalik semua hambatan tersebut ada angin segar berhembus, gotong royong sebagai budaya bangsa Indonesia bisa menjadi satu solusi untuk mengantisipasi krisis yang akan terjadi.
Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo pada acara peringatan Hari Krida ke-50 tahun 2022 mengajak seluruh pihak mulai dari pemerintah daerah termasuk petani untuk ikut mengantisipasi krisis pangan global, salah satunya dengan meningkatkan stok pangan dalam negeri.
Pada sejumlah kesempatan, Presiden Joko Widodo juga mengajak masyarakat untuk menanam berbagai jenis tanaman pangan di lahan-lahan terlantar guna memitigasi dampak negatif tekanan rantai pasok komoditas pangan di pasar global.
Masyarakat misalnya, diimbau untuk menanam komoditas pangan yang cepat berproduksi seperti singkong ataupun jagung, dengan begitu masyarakat akan memiliki ketahanan sumber pangan.
Pemerintah juga memiliki food estate yang bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan jangka panjang. Food estate memiliki konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian perkebunan dan peternakan di suatu kawasan.
Saat ini, diketahui food estate telah dikembangkan di Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Selatan.
Baca juga: Pemerintah perkuat ketahanan pangan antisipasi krisis global
Kolaborasi pangan
Terakhir, Badan Pangan Nasional juga telah menyelenggarakan rapat koordinasi perdana dengan 514 daerah kota dan kabupaten di 34 provinsi dalam membangun kolaborasi stabilitas pangan dari daerah penghasil dan daerah konsumtif.
Seusai pembukaan rapat koordinasi BPN secara nasional di IPB International Convention Center (IICC) Bogor, Jawa Barat, Kamis (14/7), Kepala Badan Pangan Nasional (BPN) Arief Prasetyo Adi mengatakan kini pihaknya telah melengkapi deputi-deputi untuk segera menyerap masukan dari daerah-daerah.
Sedangkan beberapa bidang yang menjadi fokus kerja BPN disebutkan, antara lain kerja sama antar lembaga, ketersediaan dan stabilitas pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi dan kerawanan pangan.
Hal ini dinilai sesuai dengan amanat Presiden Jokowi bahwa perlu memproduksi sembilan pangan strategis yang tertera dalam peraturan presiden nomor 66 tahun 2021 yakni beras, minyak goreng, gula pasir, bawang merah, cabai besar, cabai rawit, daging ayam ras, dan telur ayam.
Menurutnya, saat ini BPN konsentrasi pada ketersediaan dan distribusi pangan lokal agar merata ke semua daerah. Badan Pangan akan mengkoordinasikan daerah penghasil dengan daerah konsumtif melalui kerja sama antar lembaga, daerah dan Kementerian Perhubungan.
Arief menyampaikan masyarakat musti bersyukur di saat krisis pangan di sejumlah negara, Indonesia mampu menyediakan pangan sendiri, bahkan bahan pangan strategis telur ayam telah berhasil ekspor ke sejumlah negara tetangga.
Hal itu bisa tercapai karena ketersediaan bahan pangan tersebut cukup melimpah di Indonesia berkat koordinasi semua pihak terhadap ketahanan pangan nasional.
Senada, Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Securitization Summit 2022 di Jakarta telah mengatakan pula bahwa ketahanan pangan Indonesia yang ada dalam kondisi aman tiga tahun terakhir ini.
Menkeu menyebutkan bahwa Indonesia dalam jangka waktu tiga tahun terakhir masih bisa memenuhi kebutuhannya di saat berbagai negara mengalami kenaikan harga pangan yang signifikan.
Sri Mulyani juga mengatakan ketahanan pangan Indonesia aman dari sisi produksi beras dan komoditas pangan lainnya baik untuk kebutuhan ekspor maupun dalam negeri. Ia juga menegaskan di tengah situasi geopolitik global saat ini, pemerintah terus membangun ketahanan pangan dengan berkolaborasi bersama berbagai pihak.
Dengan menjunjung budaya gotong royong, atau bekerja sama secara erat bahu-membahu menghadapi suatu permasalahan, maka bangsa Indonesia diharapkan ke depannya bisa bersatu bergandeng tangan guna menghindari potensi krisis pangan yang bisa menyebabkan dampak miris bagi Republik ini.
Baca juga: Menlu RI ajak dunia bersatu pulihkan rantai pasok pangan global
Baca juga: HKTI: Perlu inovasi pertanian hadapi potensi krisis pangan
Pewarta: Sandi Arizona
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022