Pandemi COVID-19 memberikan dampak besar bagi seluruh negara. Beragam kebijakan pembatasan untuk mencegah penyebaran virus pun telah diberlakukan.Alhamdulillah, upah yang saya dapat, selalu saya kirim ke kampung. Saya beli sapi, tanah, bangun usaha juga sama kakak
Seperti keputusan Pemerintah Malaysia pada 31 Agustus 2020 yang menutup gerbang pekerja migran dari sejumlah negara. Satu di antaranya Indonesia.
Namun kini seiring melandainya kasus COVID-19 di Malaysia, gerbang pekerja migran kembali terbuka, khususnya di sektor perladangan yang menjadi kebutuhan mendesak dari keberlangsungan usaha sawit di Malaysia.
Peluang itu pun disambut baik oleh Pemerintah Indonesia. Perdana di tahun 2022, sebanyak 150 pekerja migran dari Provinsi Nusa Tenggara Barat berangkat ke Malaysia. Mereka yang berangkat tercatat sudah tiga tahun lamanya tertunda.
Pemberangkatan yang berlangsung di akhir Juni itu pun mendapat perhatian besar dari Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah. Ia pun mendelegasikan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB untuk mengecek kondisi para pekerja migran di Malaysia.
Salah satu tujuan rombongan Disnakertrans NTB yang datang ke Negeri Jiran bersama Asosiasi Pengusaha Pekerja Migran Indonesia (APPMI) dan Perwakilan DPRD NTB, adalah perusahaan perkebunan sawit ternama, Sime Darby Plantation.
Selain mengecek fasilitas dan aktivitas pekerja migran, banyak juga cerita menarik dari mereka yang sudah bekerja lama dan belum pernah pulang sejak pandemi COVID-19.
Salah satunya cerita Aweng, seorang pemuda asal Kuripan, Kabupaten Lombok Barat, yang mengaku sudah empat tahun bekerja di Sime Darby Plantation.
"Kerjaan saya rambah buah sawit," kata Aweng memperkenalkan diri.
Sejak bekerja di negeri orang, Aweng yang kini berusia 21 tahun mengaku sekali pun belum pernah kembali ke kampung halaman.
Hal itu yang kini jadi alasan dia rindu pulang. Niatnya tahun depan, Aweng menyudahi kesibukannya bekerja di perkebunan sawit Malaysia.
"Mungkin setelah puasa tahun depan, pulang," katanya.
Hitungan bekerja di negeri orang pada usia yang masih tergolong muda, ternyata membuatnya berfikir jauh ke depan soal penghidupan lebih layak.
Memang tidak sia-sia hasil keringat bekerja sebagai buruh perkebunan, utamanya di perusahaan sekelas Sime Darby Plantation yang mengelola lahan sawit sedikitnya 600 ribu hektare.
Aweng sudah menuai hasil yang cukup lumayan. Upah yang ia dapatkan selama bekerja di Malaysia, kini telah berkembang menjadi modal hidup di masa mendatang.
"Alhamdulillah, upah yang saya dapat, selalu saya kirim ke kampung. Saya beli sapi, tanah, bangun usaha juga sama kakak," katanya.
Ia pun mengakui investasi tersebut didapatkan dari upah merambah buah sawit selama empat tahun di Sime Darby Plantation.
Bayangkan dalam sebulan, ia bisa mengantongi belasan juta. Dapat dikatakan lebih dari kata cukup untuk penghasilan Aweng yang masih muda.
"Sekarang dapat (upah) 4.000 RM (Ringgit Malaysia)," katanya.
Bagi dia, upah merambah sawit masih terbilang kecil dibandingkan rekan seperantauan di Malaysia yang berprofesi sebagai mandor atau pun sopir angkutan buah sawit.
Seperti cerita Sibawaeh, pekerja migran Indonesia (PMI) asal Kopang, Kabupaten Lombok Tengah. Sibawaeh yang sudah beristri dengan tiga anak ini bekerja di perkebunan sawit milik Koperasi Ladang Berhad, Malaysia.
Upah yang ia dapatkan dalam keahliannya sebagai sopir angkutan buah sawit dibayar dalam hitungan harian. Satu kali angkut, Sibawaeh dapat bayaran 40 RM. Dalam sehari, Sibawaeh bisa lima kali mengangkut hasil panen.
Tak berbeda dengan Aweng, Sibawaeh mengelola baik upah yang ia dapatkan selama bekerja di Malaysia. Niatnya bekerja memang untuk modal hidup di Lombok.
"Jadi saya yang cari modal, istri di kampung yang kembangkan," katanya.
Tiga tahun bekerja di Koperasi Ladang Berhad, Sibawaeh merasa cukup. Meskipun sudah merasa nyaman dibandingkan bekerja di perkebunan sawit sebelumnya, Ia pun membulatkan niat tahun depan pulang kampung.
"Cukup sudah. Saya mau pulang, kira-kira lima bulan lagi. Garap tanah yang saya beli. Bantu istri juga jualan sembako," katanya.
Cerita Aweng dan Sibawaeh ini memberikan sedikit gambaran tentang kehidupan PMI di Negeri Jiran Malaysia yang bekerja secara prosedural. Upah seperti mereka pun bergantung dari produktivitas perusahaan.
Cegah eksploitasi
Cerita manis dari kedua PMI asal Lombok ini juga mendapat perhatian dari Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pekerja Migran Indonesia (APPMI) Muazzim Akbar.
Pun ia mengajak calon PMI maupun yang sedang bekerja di luar negeri, untuk mengikuti jejak mereka.
"Pergi dengan cara prosedural, pulang bawa modal," kata Muazzim.
Namun ia tetap mengingatkan banyak hal, terutama kepada yang sedang bekerja. Momentum bertemu langsung dengan PMI di Malaysia melahirkan sosok Muazzim sebagai orang tua yang menitip pesan kepada anak perantau.
"Jangan sampai lari, kabur dari tempat bekerja. kalau kabur, otomatis akan jadi PMI ilegal, di 'black list' tidak boleh lagi masuk ke Malaysia," katanya.
Jika pun ada masalah, alangkah baiknya bicarakan lebih dahulu dengan majikan. Minta solusi yang tepat agar masalah itu bisa selesai tanpa harus kabur dari tempat bekerja.
Begitu juga pesan kepada calon PMI, Kepala Disnakertrans NTB I Gede Putu Aryadi berharap agar mereka selektif dalam memilih Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
"Kalau bingung atau ragu, tanyakan ke BP2MI atau bisa juga ke disnakertrans, setiap kabupaten/kota sekarang melayani itu," kata Aryadi.
Menurut dia, informasi di BP2MI dan disnakertrans sudah lengkap. Calon PMI juga bisa meminta syarat kelengkapan untuk bekerja di luar negeri.
"Nanti dari sana bisa dapat informasi perusahaan perekrut. Butuh berapa pekerja, di sektor apa, penyalur di daerah siapa, itu semua ada," katanya.
Tujuan dari penyampaian ini pun dipastikan Aryadi bagian dari upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah agar tidak melulu PMI menjadi korban eksploitasi di luar negeri.
"Jadi penyalur sekarang, yang berkantor di pusat, mau merekrut di daerah, harus punya kantor cabang di daerah, tidak boleh lagi hanya bermodal surat izin perekrutan saja," katanya.
Reaksi Tegas
Upaya negara dalam memperbaiki tatanan prosedur penempatan dan perlindungan PMI di luar negeri, terus menunjukkan perkembangan yang cukup baik, khususnya dengan Malaysia.
Hal itu pun terlihat dari penandatanganan nota kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dengan Malaysia pada 1 April 2022, yang mengatur tentang penempatan dan perlindungan PMI, khususnya di sektor domestik (pekerja rumah tangga).
Dalam nota kesepahaman disepakati pemberlakuan sistem kanal tunggal atau "One Channel System" (OCS), mulai dari proses penempatan, pemantauan hingga kepulangan PMI.
Kanal tunggal tersebut memberikan kemudahan pelayanan satu pintu bagi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan Perusahaan perekrut PMI di Malaysia. Pemberian pelayanan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di kedua negara.
Dalam kesepakatan, PMI juga masuk dalam skema asuransi ketenagakerjaan Malaysia untuk pekerja asing dan asuransi kesehatan dengan biaya premi ditanggung oleh pemberi kerja.
Perwakilan Indonesia di Malaysia juga berwenang menetapkan besaran upah minimum PMI, yaitu 1.500 RM atau sekitar Rp5,1 juta, dan pendapatan minimum calon pemberi kerja sebesar 7.000 atau sekitar Rp23 juta.
Dari poin kesepakatan lainnya, juga mengatur perihal hak cuti tahunan, hak untuk berkomunikasi, dan larangan menahan paspor.
Namun di tengah hangatnya informasi adanya pelanggaran dalam nota kesepahaman tersebut, Indonesia untuk sementara menghentikan pemberangkatan PMI ke Malaysia.
Pelanggaran itu berkaitan dengan ditemukannya unggahan iklan perekrutan pekerja domestik di media sosial oleh agen di Malaysia yang tidak teregistrasi dalam data OCS.
Terhitung sejak 13 April 2022, Indonesia membuat kebijakan tegas dengan menghentikan pengiriman PMI sampai ada komitmen dari Malaysia untuk berhenti merekrut pekerja domestik melalui Sistem Maid Online (SMO).
Namun untuk pesanan yang sudah disetujui, Pemerintah Indonesia menyatakan hal tersebut masih bisa berjalan.
Baca juga: Disnakertrans NTB ajak Malaysia tidak pekerjakan PMI unprosedural
Baca juga: Pemprov NTB fasilitasi kepulangan jenazah TKW asal Lombok Tengah
Baca juga: NTB bantah pelayanan berbelit dan sulit penyebab PMI ilegal
Baca juga: Gubernur NTB prihatin kecelakaan kapal PMI di perairan Batam
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022