"Saya ke sini mau belajar bagaimana menurunkan prevalensi dengue dengan cara mengontrol nyamuknya bukan menghilangkan, tapi membuat nyamuknya tidak menularkan virus lagi. Caranya dengan memasukkan bakteri Wolbachia ke dalam nyamuk tersebut, sehingga kalau nyamuknya menggigit tidak akan menular," kata Budi Gunadi Sadikin melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat malam.
Menkes Budi memperlihatkan ketertarikannya terhadap metode tersebut dengan mendatangi Laboratorium Etomologi WMP Yogyakarta, hari ini.
Menurut Budi, Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan serius di beberapa tempat di Indonesia. Selama pandemi, jumlah penderita DBD dilaporkan terus meningkat.
Baca juga: Bantul terapkan teknologi Wolbachia kendalikan demam berdarah
Baca juga: Komisi IX DPR kunker ke Sleman terkait penanganan demam dengue
Dilansir dari laporan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2PM) Kemenkes RI situasi dengue di Indonesia sampai pekan ke 27 tahun 2022 secara kumulatif terdapat 61.046 kasus dengan total 580 kematian.
Kasus dengue terlaporkan dari 453 kabupaten/kota di 34 provinsi. Terdapat penambahan kasus di pekan ke 27 sebanyak 224 kasus dan penambahan kematian sebanyak dua jiwa.
Suspek dengue secara kumulatif ke 27 sebanyak 77.586 suspek. Umumnya terjadi pada kelompok usia 15-44 tahun.
Guna menekan ancaman penyebaran dan penularan dengue, WMP Yogyakarta yang dijalankan oleh Prof Adi Utarini melakukan penelitian terkait pengendalian virus dengue dengan menggunakan nyamuk aedes aegypti yang telah berbakteri Wolbachia.
Peneliti yang karib disapa Prof Uut itu menjelaskan Wolbachia adalah bakteri yang dapat tumbuh alami di serangga terutama nyamuk, kecuali nyamuk aedes aegypti.
Bakteri Wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue, sehingga apabila ada nyamuk aedes aegypti menghisap darah yang mengandung virus dengue akan resisten sehingga tidak akan menyebar ke dalam tubuh manusia.
Uji coba penyebaran nyamuk dengan Wolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, rencananya akan terus diperluas. Monitoring dilakukan oleh perawat dan peneliti untuk melihat efektivitas bakteri Wolbachia terhadap penyebaran virus dengue.
"Hasilnya, di lokasi yang telah disebar Wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen. Intervensi ini jauh lebih efektif dibandingkan pemberian vaksin dengue dan dari segi pembiayaan juga lebih murah," katanya.
Ia mengatakan penelitian WMP Yogyakarta sudah menghasilkan bukti bahwa di wilayah yang disebar nyamuk angka denguenya menurun 77,1 persen dan angka hospitalisasi karena dengue berkurang 86,1 persen.
Selain efisien dan efektif, Uut memastikan Wolbachia aman, gigitannya tidak akan berdampak terhadap kesehatan manusia.
Dia berharap inovasi teknologi Wolbachia bisa diadaptasi sebagai program nasional dalam kerangka menurunkan penyebaran dengue di Indonesia. “Jadi ini merupakan salah satu inovasi yang harapannya bisa menguatkan program pengendalian dengue di Indonesia agar masyarakat bisa terhindar dari dengue,” ujarnya.
Uut menambahkan keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang telah ada di Indonesia.
Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus seperti Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.*
Baca juga: Dinkes Sleman: Telur nyamuk ber-Wolbachia yang disebar tidak berbahaya
Baca juga: Penyebaran nyamuk berwolbachia diperluas ke seluruh wilayah Yogyakarta
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022