Muhammad Rivaldi (21), pemuda asal Kemanggisan, Jakarta Barat itu mantap melancarkan gerakan silat yang memadukan langkah kaki dan tangan secara gesit. Saat itu dia tampil di sebuah acara seni kawasan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Gabungan langkah yang terinspirasi dari singa dan macan identik dengan gerakan cepat.
Rivaldi mempelajari gerakan ini sejak 2015 melalui perguruan Tunggal Pitung Jatayu di Kota Bambu Utara, Palmerah, Jakarta Barat. Menurut dia niat menjadi modal utama bagi mereka yang ingin menekuni silat.
Baca juga: Pemkot Jaksel ajak para pesilat tampil di CFD
Di sudut lain, ada Sopiyan atau akrab disapa Abel yang menunjukkan gerakan menghindar dan menyerang. Gerakan itu, dia sebut longok yang terinspirasi dari monyet atau kera. Pendiri Sanggar Kembang Cempaka di Rawa Belong, Jakarta Barat itu mengatakan longok menjadi ciri khas aliran silat Cingkrik.
Aliran Cingkrik didirikan Kong Maing (Ismail bin Muayad) di Rawa Belong pada masa lalu. Menurut laman Warisan Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Cingkrik berarti gerakan lincah, gesit dan lentur.
Ada 12 gerakan dalam aliran silat ini antara lain Keset Bacok, Keset Gedor, Cingkrik, Langkah 3 dan Langkah 4. Abel mengatakan Langkah 3 menjadi yang termudah untuk dipelajari di antara ke-12 gerakan Cingkrik.
Orang-orang yang ingin mempelajari aliran silat ini umumnya membutuhkan waktu enam hingga tujuh bulan demi kesempurnaan. Usia berapapun dan siapapun dapat mempelajarinya karena menurut Abel, silat Betawi menembus seluruh batasan usia dan latar belakang.
“Selagi dia cinta sama budaya Betawi, silahkan (mempelajarinya). Intinya, silat dibawa ke jalan kebenaran, buat bekal dia,” kata Abel yang mulai belajar silat sejak duduk di bangku SMP.
Silat Beksi dikembangkan masyarakat dari daerah Kampung Dadap, Kosambi, Tangerang. Menurut G.J Nawi dalam bukunya berjudul “Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi: Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi”, istilah Beksi mengalami perubahan dari kata aslinya yakni “Bhe Si”, yang dalam bahasa Hokkien berarti kuda-kuda.
“Kalau dilihat dari gerakan, hampir sama. Dari seni budaya Betawi bukan satu gerakan saja tetapi bisa dikombinasikan juga dengan yang lain,” tutur Abel.
Seorang pesilat dapat mempelajari dan menguasai berbagai aliran dan bahkan dari luar Jakarta semisal Cimande, Jawa Barat. Selain Cingkrik, Abel juga menguasai Beksi, Gerak Sanalika dan Cimande.
Baca juga: Pemkot Jakbar bina ratusan sanggar silat
Pantangan silat
Bagi Abel, hanya ada satu pantangan dalam silat, yakni aksi main pukul. Dia selalu mengingatkan murid-muridnya agar tidak memanfaatkan gerakan silat untuk berkelahi. Abel tak segan mengeluarkan paksa muridnya yang ketahuan melanggar larangan itu.
Tetapi, dia maklum bila pesilat memanfaatkan kemampuannya untuk membela diri dalam kondisi atau kebutuhan mendesak. Suatu waktu, Abel pernah menggunakan kemampuannya untuk mengatasi tawuran antarkampung.
Saat itu, dia dikeroyok sejumlah orang. Abel selamat. Kala itu, dia menggunakan bambu panjang untuk menangkis golok yang diarahkan padanya.
Berbicara silat, Abel berpendapat seni ini bukan semata untuk dilihat dan dinikmati orang-orang dalam sebuah festival. Seni ini dapat dimanfaatkan untuk sesuatu yang positif seperti mencegah muda-mudi tawuran dan terlalu fokus pada permainan gawai. Silat juga bisa menjadi sarana bagi pegiat untuk mendulang prestasi.
Tidak seperti masa lalu, silat Betawi kini sudah kembali dilirik generasi muda. Abel berkaca pada acara yang dihelat Sanggar Cingkrig Seliwa Abadi pimpinan Babeh Uki Cingrig pada Sabtu ini, yang banyak disambangi anak-anak usia sekolah dasar.
Baca juga: Anak muda bermain silat Betawi dalam Festival Condet
Menurut dia, anak-anak muda tertarik pada silat sejak para pendekar dari berbagai perguruan di Jabodetabek unjuk penampilan pada 2015.
Saat itu para pesilat dalam balutan pakaian pangsi Betawi melakukan parade di sepanjang Jalan Sudirman menuju Bundaran Hotel Indonesia. Selama parade, mereka juga menunjukkan gerakan silat pada para penonton.
Abel berharap acara budaya khususnya silat dapat digelar di setiap kampung. Ini memotivasi anak-anak muda belajar silat, sekaligus sarana belajar bagi para pesilat mengembangkan kemampuan mereka.
Upaya mengenalkan masyarakat pada silat melalui gelaran acara mendapat dukungan dari Wali Kota Jakarta Selatan sekaligus Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Jakarta Selatan Munjirin.
Sebagai bentuk dukungan, dia berencana menjadikan ajang Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car Free Day (CFD) di kawasan Jakarta Selatan sebagai ajang para pesilat unjuk kemampuan. Dia berharap nantinya semakin banyak masyarakat tahu tentang silat.
“Kami akan undang semua perguruan untuk unjuk gigi,” ungkap Munjirin.
Baca juga: Asosiasi Pencak Silat Betawi bentuk Korwil di Spanyol dan Chile
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2022